Quality Control

QC

2.1       Pengertian Quality Control

            Pengendalian kualitas adalah aktivitas pengendalian proses untuk mengukur ciri-ciri kualitas produk, membandingkannya dengan spesifikasi atau persyaratan, dan mengambil tindakan penyehatan yang sesuai apabila ada perbedaan antara penampilan yang sebenarnya dan yang standar (Purnomo, 2004). Tujuan dari pengendalian kualitas adalah mengendalikan kualitas produk atau jasa yang dapat memuaskan konsumen. Pengendalian kualitas statistik merupakan suatu alat tangguh yang dapat digunakan mengurangi biaya, menurunkan cacat dan meningkatkan kualitas pada proses manufakturing. Pengendalian kualitas memerlukan pengertian dan perlu dilaksanakan oleh perancang, bagian inspeksi, bagian produksi sampai pendistribusian produk ke konsumen. Pengertian kualitas itu sendiri, yaitu dapat diartikan sebagai derajat atau tingkatan di mana produk atau jasa tersebut mampu memuaskan keinginan dari konsumen (Purnomo, 2004).

Menurut Reza Nasrullah (1996), pengendalian kualitas merupakan suatu kegiatan untuk memastikan apakah kebijakan dalam hal mutu atau ukuran seberapa dekat sebuah barang atau jasa memiliki kesesuaian dengan standar-standar yang dicantumkan yang dapat tercermin dalam hasil akhir atau pengendalian kualitas dapat dikatakan juga sebagai usaha untuk mempertahankan mutu dan kualitas dari barang yang dihasilkan agar sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan berdasarkan kebijakan-kebijakan perusahaan. Aktivitas pengendalian kualitas pada umumnya meliputi kegiatan-kegiatan seperti berikut ini (Purnomo, 2004):

  1. Pengamatan terhadap performansi produk atau proses.
  2. Membandingkan performansi yang ditampilkan dengan standar yang berlaku.
  3. Mengambil tindakan-tindakan bila terdapat penyimpangan-penyimpangan yang cukup signifikan, dan jika perlu dibuat tindakan-tindakan untuk mengoreksinya.

Suatu perusahaan bila dengan efektif menggunakan kualitas sebagai strategi bisnisnya akan mendapatkan kenaikan keuntungan dari strategi tersebut. Konsumen akan memutuskan untuk membeli suatu produk dari perusahaan tertentu yang lebih berkualitas daripada saingan-saingannya sehingga kualitas menjadi faktor dasar keputusan konsumen untuk mendapatkan suatu produk. Alasan-alasan mendasar pentingnya kualitas sebagai strategi bisnis adalah sebagai berikut (Purnomo, 2004):

  1. Meningkatnya kesadaran konsumen akan kualitas dan orientasi konsumen yang kuat akan penampilan kualitas.
  2. Kemampuan produk.
  3. Peningkatan tekanan biaya pada tenaga kerja, energi dan bahan baku.
  4. Persaingan yang semakin intensif.
  5. Kemajuan yang luar biasa dalam produktivitas melalui program keteknikan kualitas yang efektif.

2.2       Dimensi-dimensi Kualitas Produk

Kualitas biasanya tidak hanya ditentukan oleh satu atribut atau dimensi tunggal, tetapi kualitas memiliki dimensi yang banyak sehingga sulit untuk  mendefinisikan. David Gorvin, Profesor administrasi bisnis pada Havard University menyarankan subyek kualitas yang diterapkan pada produk dan mengidentifikasi delapan dimensi yang berbeda, yaitu (Reza Nasrullah, 1996):

  1. Untuk kerja (kinerja, performansi, prestasi) dari fungsi mengenai seberapa baik suatu produk melakukan apa yang memang harus dilakukan oleh produk tersebut.
  2. Sifat-sifat khusus dan menarik minat (features) yang menjadikan suatu produk unik dibandingkan dengan produk sejenis dari produsen lain.
  3. Keandalan (realibility), yaitu kemampuan produk untuk bertahan atau tidak mogok dalam masa kerjanya.
  4. Kecocokan atau kesesuaian (conformance) dengan standar industri, misalnya standar gas buang pada kendaraan bermotor tidak boleh melebihi sekian persen kandungan tembaga.
  5. Daya tahan produk (durability) terhadap waktu, tidak mudah rusak ukuran umur produk dan teknologi modern mempengaruhinya.
  6. Kemudahan diperbaiki jika terjadi kerusakan (serviceability). Produk yang digunakan untuk jangka waktu yang lama memungkinkan harus diperbaiki atau dipelihara, sehingga dibutuhkan ketersediaan suku cadang, tenaga ahli ataupun mekanisme kerja produk itu sendiri yang cukup sederhana sehingga tidak sulit untuk diperbaiki.
  7. Keindahan penampilan (aesthetic). Gorvin menyadari keindahan (Aesthetics) suatu produk memungkinkan pelanggan termotivasi oleh kualitas produk.
  8. Persepsi konsumen dimensi ini tidak didasarkan pada produk itu sendiri tetapi pada citra dan reputasinya.

Davin Garin menyadari bahwa suatu produk biasanya tidak unggul dalam semua dimensi, sebaliknya produsen memilih kombinasi yang membuat produk memiliki suatu keunggulan kompetitif. Tapi jika kedelapan dimensi itu ada dalam pikiran seluruh jajaran organisasi perusahaan, maka manajemen kualitas akan lebih mudah dilaksanakan.

2.3       Tujuan Pengendalian Kualitas

Pengendalian kualitas memiliki beberapa tujuan. Adapun tujuan-tujuan dari pengendalian kualitas adalah sebagai berikut (Purnomo, 2004):

  1. Pengendalian kualitas terhadap suatu bahan atau produk sehingga bahan atau produk tersedia memenuhi spesifikasi.
  2. Agar dapat memberikan kepuasan kepada konsumen.
  3. Mengetahui apakah segala sesuatu berjalan dengan rencana melalui instruksi-instruksi serta prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.
  4. Mengetahui apakah kelemahan dan kesulitan serta menjaga jangan sampai terjadi kesalahn lagi.
  5. Mengetahui apakah segala sesuatunya berjalan dengan efisien dan apakah mungkin dapat diadakan perbaikan.

2.4       Anjuran Deming

Dr. W Edwards Deming, seorang profesor statistik di New York University tahun 1940-an adalah salah satu pakar manajemen kualitas Amerika Serikat yang terkenal karena 14 pokok-pokok manajemen mutu yang dipercayai sebagai kunci mencapai kualitas. Adapun anjuran-anjuran dari Dr. Deming adalah sebagai berikut (Reza Nasrullah, 1996):

  1. Menciptakan stabilitas motivasi untuk selalu memperbaiki produk dan jasa dengan niat tetap mempunyai daya saing, usaha lestari dan memberikan lapangan pekerjaan.
  2. Adopsi filosofi baru, dimana hidup pada zaman ekonomi baru yang tidak bisa lagi menerima gaya manajemen Amerika yang mengesahkan tingkat tertentu dari penundaan, kesalahan dan cacat produk.
  3. Menghilangkan ketergantungan pada pemeriksaan produk untuk mencapai produk bermutu.
  4. Meminimalkan ongkos total, akhiri kebiasaan menghargai bisnis atas dasar potongan harga.
  5. Memperbaiki sistem produksi dan pelayanan, agar mutu dan produktivitas terus diperbaiki, dan demikian diupayakan tanpa henti penurunan ongkos.
  6. Melembagakan pelatihan pada saat bekerja.
  7. Melembagakan pengawasan.
  8. Membersihkan rasa takut, sehingga setiap orang bekerja dengan efektif untuk perusahaan.
  9. Menghapus penghalang antar departemen.
  10. Menghilangkan slogan-slogan dan target-target yang harus dicapai para pekerja, jika tidak dilengkapi dengan cara-cara mencapainya.
  11. Menghilangkan standard kerja yang menyarankan angka target.
  12. Hapus penghalang antara pekerja tidak tetap dengan hak-haknya untuk bangga dengan kemampuan kerjanya.
  13. Melembagakan program ketat pendidikan dan pelatihan.
  14. Meletakkan setiap orang di setiap perusahaan untuk bekerja melaksanakan pengubahan bahan baku menjadi barang jadi, dengan menanamkan bahwa pekerjaan ini adalah tanggung jawab setiap personil perusahaan.

2.5.      Jenis-jenis Piranti Data untuk Perbaikan Kualitas

Jenis-jenis piranti data untuk perbaikan kualitas terdiri dari dua data, yaitu piranti data verbal dan piranti data numerik. Setiap penjelasan mengenai piranti data verbal dan piranti data numerik akan dijelaskan pada sub-bagian di bawah ini.

2.5.1    Piranti Data Verbal untuk Perbaikan Kualitas

Jenis piranti data verbal untuk perbaikan kualitas terbagi menjadi menjadi enam. Adapun keenam jenis piranti data verbal tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Diagram Alur (Flow Chart)

Diagram alur adalah gambaran skematik diagram yang menunjukkan seluruh langkah dalam suatu proses dan menunjukkan bagaimana langkah itu saling mengadakan interaksi satu sama lain.

2.    Diagram Sebab-Akibat (Cause and Effect Diagram)

Diagram sebab-akibat merupakan suatu pendekatan terstruktur yang memungkinkan dilakukan suatu analisis lebih terperinci dalam menemukan penyebab-penyebab suatu masalah, ketidaksesuaian dan kesenjangan yang ada.

3.    Kertas Periksa (Check Sheet)

Kertas periksa merupakan piranti yang digunakan untuk menghitung seberapa sering sesuatu terjadi dan digunakan dalam pengumpulan dan pencatatan data.

4.    Diagram Pencar (Scatter Diagram)

Diagram pencar merupakan diagram yang menunjukkan kemungkinan hubungan antara pasangan dua macam variabel dan menunjukkan keeratan hubungan antara dua variabel tersebut yang sering diwujudkan sebagai koefisien korelasi.

5.    Diagram Perjalanan (Run Chart)

Diagram perjalanan adalah grafik yang menunjukkan variasi ukuran sepanjang waktu, kecenderungan, daur dan pola-pola lain dalam suatu proses.

6.    Control Chart

Control Chart merupakan grafik yang menyerupai run chart yang digunakan untuk menentukan apakah suatu proses berada dalam keadaan in control atau out control.

2.5.2    Piranti Data Numerik untuk Perbaikan Kualitas

Jenis piranti data numerik untuk perbaikan kualitas terbagi menjadi menjadi empat. Adapun keempat jenis piranti data numerik tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Pareto Chart

Pareto chart adalah alat yang digunakan untuk membandingkan berbagai kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya untuk menentukan pentingnya kategori kejadian-kejadian atau sebab-sebab yang akan dianalisis.

  1. Histogram

Histogram adalah alat yang digunakan untuk menunjukkan variasi data pengukuran dan variasi data proses.

  1. Brainstorming

Brainstorming merupakan cara untuk memacu pemikiran kreatif guna mengumpulkan ide-ide dari suatu kelompok dalam waktu yang relative singkat.

  1. Diagram Gabungan (Alternative Diagram)

Diagram gabungan adalah diagram yang digunakan untuk menyaring data yang berjumlah besar dan menciptakan pola pikir baru.

2.6.      Peta Kontrol

Peta kontrol merupakan alat untuk mengawasi kualitas dengan mudah sehingga mudah untuk menentukan keputusan apa yang harus diambil jika terjadi produk yang menyimpang (Purnomo, 2004). Peta kontrol merupakan peta yang dijadikan pedoman dalam pengendalian kualitas yang dikemukakan oleh Dr. Shewhart untuk mengetahui apakah sampel hasil observasi termasuk daerah yang diterima atau accepted area maupun daerah yang ditolak atau rejected area (Prawirosentono, 2001). Secara umum dapat dikatakan bahwa peta kontrol dapat digunakan untuk mengetahui informasi berikut (Prawirosentono, 2001):

  1. Kemampuan proses produksi, artinya apakah mesin-mesin masih berjalan baik sesuai rencana atau tidak.
  2. Pengendalian mutu dari produk akhir, agar mutu produk akhir tetap baik sesuai dengan standar.
  3. Membatasi toleransi penyimpangan (variasi) produk yang masih dapat diterima akibat kelemahan tenaga kerja, mesin, dan lain-lain.

Ada dua macam peta kontrol, yaitu peta kontrol untuk variabel dan peta kontrol untuk atribut. Setiap penjelasan mengenai kedua jenis peta kontrol tersebut akan dijelaskan pada sub-bagian di bawah ini.

 

2.6.1    Peta Kontrol Variabel

Data yang diperlukan harus dapat terukur dan karekteristik kualitas ditentukan oleh besar kecilnya penyimpangan terhadap unit ukuran yang distandarkan. Pengendalian kualitas variabel adalah suatu besaran yang dapat diukur, misalnya panjang, berat, umur, komponen, dan sebagainya. Grafik ini menggunakan dua karakteristik pengukuran, yaituu mengukur variabilias dari proses (grafik R) dan mengukur ketelitian dari proses (grafik X). Grafik X menggambarkan variasi harga rata-rata dari sejumlah data yang diambil dari proses kerja. Sedangkan grafik R menggambarkan variasi dari range sampel. Langkah-langkah pembuatan grafik pengendalian X dan R adalah sebagai berikut (Purnomo, 2004).

  1. Menentukan karakteristik proses yang akan diukur.
    1. Melakukan dan mencatat hasil pengukuran.
    2. menghitung nilai X dan R.
    3. menentukan batas pengendali.

Untuk mencari nilai X rata-rata digunakan rumus:

  =

Dimana:               = total x rata-rata dari tiap observasi

n     = bayaknya observasi

Untuk mencari nilai R rata-rata digunakan rumus:

   =

Dimana :             = total R rata-rata dari tiap observasi

n          = banyaknya observasi

BKA   =           + A2 .

BKB    =           – A2 .

Sedangkan untuk mencari batas bawah dan batas atas pada peta X digunakan rumus :

Dan pada peta R menggunakan rumus:

BKA   =          D4 .

BKA   =          D3 .

Nilai D3,D4, A2, didapat dari tabel. Untuk ukuran sampel lebih kecil atau sama dengan enam, D3 bernilai nol. Dengan demikian, batas kontrol bawah R sama dengan nol.

Line Balancing

LB
Lintasan Produksi

Lintasan produksi dapat diartikan sebagai pengaturan area-area kerja yang mana fasilitas seperti mesin, tools dan operasi-operasi manual diletakkan berdekatan secara berurutan satu sama lainnya di mana material bergerak secara kontinyu dengan kecepatan sama melalui serial operasi yang seimbang sampai seluruh pekerjaan selesai. Persyaratan  yang perlu diperhatikan untuk menunjang kelangsungan lintasan produksi yang baik adalah sebagai berikut (digilib.petra.ac.id).

  1. Jumlah atau vohune produksi hanis dapat menutup biaya set-up lintasan.
  2. Keseimbangan (balance) waktu kerja untuk masing-masing operasi (stasiun kerja).
  3. Kontinuitas aliran dari benda kerjaharus dijamin.

2.3.1      Line Balancing

              Sebuah perusahaan bertipe repetitive manufacturing dengan produksi masal, peranan produksi sangat penting terutama dalam penugasan kerja pada lintasan perakitan (assembly line). Pengaturan dan perencanaan yang tidak tepat mengakibatkan setiap stasiun kerja di lintasan perakitan mempunyai kecepatan produksi yang berbeda. Akibat selanjutnya adalah terjadi penumpukan material di antara stasiun kerja yang tidak berimbang kecepatan produksinya (Purnomo, 1999).

Lini perakitan dapat didefinisikan sebagai sekelompok orang atau mesin yang melakukan tugas-tugas sekuensial dalam merakit suatu produk. Lini perakitan merupakan lini produksi dimana material bergerak secara kontinyu denag rata-rata laju kedatangan material berdistribusi uniform melewati stasiun kerja yang mengerjakan perakitan. Lini perakitan secara garis besar memiliki dua tujuan yang harus dicapai, yaitu (Purnomo, 1999):

  1. Menyeimbangkan stasiun kerja.
  2. Menjaga lini perakitan beroperasi secara kontinyu.

Upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan menyeimbangkan lintasan (line balancing). Keseimbangan lintasan adalah upaya untu meminimumkan ketidakseimbangan di antara mesin-mesin atau personil untuk mendapatkan waktu yang sama di setiap stasiun kerja sesuai dengan kecepatan produksi yang diinginkan. Secara teknis keseimbangan lintasan dengan jalan mendistribusikan setiap elemen kerja ke stasiun kerja dengan acuan waktu sikulus (cycle time) (Purnomo, 1999).

2.3.2      Terminologi Lintasan

Keseimbangan lintasan memiliki beberapa terminologi lintasan. Berikut uraian dari terminologo lintasan (Purnomo, 1999).

  1. Elemen kerja adalah pekerjaan yang harus dilakukan dalam suatu kegiatan perakitan.
  2. Stasiun kerja adalah lokasi-lokasi tempat elemen kerja dikerjakan.
  3. Waktu siklus/cycle time (CT) adalah waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk pada satu stasiun kerja.
  4. Waktu stasiun kerja (WSK) adalah waktu yang dibutuhkan oleh sebuah stasiun kerja untuk mengerjakan semua elemen kerja yang didistribusikan pada stasiun kerja tersebut.
  5. Waktu operasi (ti) adalah waktu standar untuk meyelesaikan suatu operasi.
  6. Delay time/idle time adalah selisih antara CT dengan WSK. Delay time merupakan waktu menganggur yang terjadi setiap stasiun kerja. Besarnya idle time dapat dihitung dengan cara mengurangi waktu yang tersedia dengan waktu yang digunakan.
  7. g.    Balance delay adalah rasio antara waktu idle dalam lini perakitan dengan waktu yang tersedia. Rumus yang digunakan untuk menentukan balance delay lini perakitan adalah sebagai berikut.

Eff =  x 100%

Usaha penyeimbang yang baik adalah usaha yang dapat menurunkan balance delay lini perakitan.

  1. Precedence diagram adalah diagram yang menggambarkan urutan dan keterkaitan antar elemen kerja perakitan sebuah produk. Pendistribusian elemen kerja yang dilakukan untuk setiap stasiun kerja harus memperhatikan precedence diagram.

 

2.3.3.     Metode Penyeimbang Lini Perakitan

Terdapat beberapa metode penyeimbangan lini perakitan. Berikut metode-metode yang digunakan pada lini perakitan (Purnomo, 1999).

  1. Metode Killbridge-Wester Heuristic
  2. Metode Helgeson-Birnie
  3. Metode Moodie Young
  4. Metode Immediate Updater First-Fit Heuristic
  5. Metode Rank and Assign Heuristic

 

2.3.3.1  Metode Killbridge-Wester Heuristic

              Sesuai dengan namanya metode ini dikembangkan oleh Killbridge dan Wester. Langkah-langkah dalam metode ini adalah sebagai berikut (Purnomo, 1999).

  1. Buat precedence diagram dari precedence data yang ada. Berilah tanda daerah-daerah yang memuat elemen-elemen kerja yang tidak saling bergantung.
  2. Tentukan waktu siklus dengan cara mencoba-coba (trial) faktor dari total elemen kerja ynag ada. Tentukan jumlah stasiun kerja yang mungkin terbentuk dengan menggunakan formula di bawah ini.

N =

Dengan :

N  = jumlah stasiun kerja

ti    = waktu elemen kerja ke-i

  1. Distribusikan elemen kerja pada setiap stasiun kerja dengan aturan bahwa total waktu elemen kerja yang terdistribusikan pada sebuah stasiun kerja tidak boleh melebihi waktu siklus yang ditetapkan.
  2. Keluarkan elemen kerja yang telah didistribusikan pada stasiun kerja, dan ulangi langkah c sampai semua elemen kerja yang ada terdistribusikan ke stasiun kerja.

2.3.3.2  Metode Moodie Young

Metode ini terdiri dari 2 fase, fase pertama adalah mengelompokan stasiun kerja. Elemen kerja ditempatkan pada stasiun kerja dengan aturan, bila terdapat dua elemen kerja yang bisa dipilih maka elemen kerja yang mempunyai waktu lebih besar ditempatkan yang pertama. Fase ini juga membuat precedence diagram dalam bentuk matriks P dan F yang menggambarkan elemen kerja pendahulu (P) dan elemen kerja yang mengikuti (F) untuk semua elemen kerja yang ada (Purnomo, 1999).

Fase kedua dilakukan redistribusi elemen kerja ke setiap stasiun kerja hasil dari fase 1. Langkah-langkah yang harus dilakukan pada fase 2 ini adalah sebagai berikut (Purnomo, 1999).

  1. Identifikasi waktu stasiun kerja terbesar dan waktu stasiun kerja terkecil.
  2. Tentukan GOAL, dengan rumus:

GOAL =

  1. Identifikasi sebuah elemen kerja yang terdapat dalam stasiun kerja dengan waktu yang paling maksimum yang mempunyai waktu lebih kecil dari GOAL, yang elemen kerja tersebut apabila dipindah ke satasiun kerja dengan waktu yang paling minimum tidak melanggar precedence diagram.
  2. Pindahkan elemen kerja tersebut.
  3. Ulangi evaluasi sampai tidak ada lagi elemen kerja yang dapat dipindah.

Kriteria-kriteria sebelum mengukur performans dan sesudah dilakukan proses kesieimbangan lintasan adalah sebgai berikut (Purnomo, 1999).

  1. Efisiensi Lini

Efisiensi lini adalah rasio antara waktu yang digunakan dengan waktu yang tersedia. Berkaitan dengan waktu yang tersedia, lini akan mencapai keseimbangan apabila setiap daerah pada lini mempunyai waktu yang sama. Rumus untuk menentukan efisiensi lini perakitan setelah proses keseimbangan lintasan adalah sebagi berikut.

Eff  =  x 100%

       Dengan:

n     = jumlah elemen kerja yang ada

CT  = cycle time

N    = jumlah stasiun kerja yang terbentuk

  1. Indek Penghalusan (Smoothess Index/SI)

Indek pengahlusan adalah suatu indek yang mempunyai kelancaran relatif dari penyeimbang lini perakitan tertentu. Formula yang digunakan untuk menentukan besarnay SI adalah sebagai berikut.

SI =

Dengan:

WSKmax    = waktu terbesar dari stasiun kerja terbentuk

WSKi          = waktu stasiun kerja i yang terbentuk

N              = jumlah stasiun kerja yang terbentuk

2.3.4.     Metode Penyeimbangan Lintasan

Tujuan penyeimbangan lintasan adalah meningkatkan efisiensi tiap stasiun kerja dan menyeimbangkan lintasan sehingga seluruh stasiun kerja dalam lintasan bekerja dengan kecepatan yang sama. Metode-metode yang telah dikembangkan selma ini terbatas hanya pada metode heuristik yang menghasilkan solusi mendekati optimal tetapi tidak menjamin tercapainya solusi optimal. Berikut metode yang digunakan pada penyeimbang lintasan (Kusuma, 1999).

2.3.4.1  Metode Bobot Posisi

Metode heuristik yang paling awal adalah metode bobot posisi. Metode ini diusulkan oleh W.B. Helgesin dan D.P. Birnie. Metode bobot posisi dapat dijelaskan sebagai berikut (Kusuma, 1999).

  1. Hitung kecepatan lintasan yang dinginkan.
  2. Buat matriks keterdahuluan berdsarkan jaringan kerja perakitan.
  3. Hitung bobot posisi tiap operasi yang dihitung berdasarkan jumalah waktu operasi tersebut dan operasi-operasi yang mengikutinya.
  4. Urutkan operasi-operasi mulai dari bobot posisi terbesar sampai dengan bobot posisi terkecil.
  5. Lakukan pembebanan operasi pada stasiun kerja mulai dari operasi dengan bobot posisi terbesar sampai dengan bobot posisi terkecil, dengan kriteria total waktu operasi lebih kecil dari kecepatan lintasan yang ditentukan.
  6. Hitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang terbentuk.
  7. Gunakan prosedur trial and error untukmencari pembebanan yang akan mengahsilkan efisiensi rata-rata lebih besar dari efisiensi rata-rata pada langkah f diatas.
  8. Ulangi langkah f dan g sampai tidak ditemukan lagi stasiun kerja yang memiliki efisiensi rata-rata yang lebih tinggi.

2.3.4.2  Metode Pembebanan Berurut

Kelemahan metode pembebanan posisi diatasi dengan menggunakan metode pembebanan berurut. Metode pembebanan berurut dapat dijelaskan sebagai berikut.

  1. Hitung kecepatan lintasan yang diinginkan (Kusuma, 1999).
  2. Buat matriks operasi pendahulu (=P) dan operasi pengikut (=F) untuk setiap operasi berdasarkan jaringan kerja perakitan.
  3.  Perhatikan baris di matriks kegiatan pendahulu P yang semuanya terdiri dari angka 0 dan bebankan elemen pekerjaan terbesar yang mungkin terjadi jiak ada lebih dari 1 baris yang memiliki seluruh elemen sama dengan nol.
  4. Perhatikan nomor elemen di baris matriks kegiatan ikutan F yang bersesuaian dengan elemen yang ditugaskan.
  5. Lanjutkan penugasan elemen-elemen pekerjaan pada tiap stasiun kerja dengan ketentuan bahwa waktu total operasi tidak melebihi kecepatan lintasan yang ditetapkan.
  6. Hitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang terbentuk.
  7. Gunakan prosedur trial and error untukmencari pembebanan yang akan mengahsilkan efisiensi rata-rata lebih besar dari efisiensi rata-rata pada langkah f diatas.

2.3.4.3  Metode Wilayah

Metode ini dkembangkan oleh Bedwort untuk mengatasi kekurangan metode bobot posisi. Metode ini juga belum mampu menghasilkan solusi optimal, tetapi sudah cukup dan mendekati optimal. Berikut langkah-langkah dasar metode wilayah (Region Approach) adalah sebagai berikut (Kusuma, 1999).

  1. Hitung kecapatan lintasan yang diinginkan.
  2. Bagi jarinagn kerja ke dalam wilayah-wilayah dari kanan ke kiri.
  3. Dalam tiap wilayah, urutkan pekerjaan mulai dari waktu operasi terbesar samapai dengan waktu operasi terkecil.
  4. Bebankan pekerjaan dengan urutan sebagai berikut (perhatikan pula untuk menyesuaikan diri terhadap batas wilayah):
  5. Daerah paling kiri terlebih dahulu.
  6. Antar wilayah, bebankan pekerjaan dengan waktu terbesar pertama kali.
  7. Pada akhir tiap pembebanan satsiun kerja, putuskan apakah utilisasi waktu telah dapat diterima. Jika tidak, periksa seluruh pekerjaan yang memenuhi hubungan keterkaitan dengan operasi yang telah dibebankan.

Linear Programming

LP

Pemrograman Linier

Seorang Matematikawan RusiaL.V. Kantorovich pada 1939 berhasil menemukan pemecaham masalah yang berkaitan dengan program linear. Pada waktu itu Kantorovich bekerja untuk Kantor Pemerintah Uni Soviet. Ia diberitugas untuk mengoptimalkan produksi pada sebuah industri. Ia kemudian muncul dengan teknik matematis yang sekarang disebut sebagai pemrograman linier. Matematikawan Amerika, George B. Dantzig secara independen juga mengembangkan pemecahan masalah tersebut, di mana hasil karyanya padamasalah tersebut pertama kali dipublikasikan pada tahun 1947, selanjutnya sebuah teknik yang lebih cepat tetapi lebih rumit yang cocok untuk memecahkan masalah program linear dengan ratusan atau bahkan ribuan variabel dikembangkan oleh matematikawan Bell Laboratories, Naranda Karmarkar pada tahun 1983. Program linear sangat penting khususnya dalam perencanaan militer dan dunia industri (http://www.scribd.com, 2011).

 

Pemrograman Linier disingkat PL merupakan metode matematik dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk mencapai suatu tujuan seperti memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan biaya. PL banyak diterapkan dalam masalah ekonomi, industri, militer, social dan lain-lain. PL berkaitan dengan penjelasan suatu kasus dalam dunia nyata sebagai suatu model matematik yang terdiri dari sebuah fungsi tujuan linier dengan beberapa kendala linier. Pengembangan pemrograman linier (PL) merupakan kemajuan ilmiah yang paling penting. Dampak penggunaan pemrograman linier sangat luar biasa sejak tahun 1950-an. Pemrograman linier menjadi alat standar yang menghemat banyak unag dari kebanyakan perusahaan atau bisnis bahkan untuk ukuran perusahaan sedang (Siringoringo, 2005).

Tahapan dalam penyelesaian optimasi dari pemrograman linier ini adalah sebagai berikut (Siringoringo, 2005):

  1. Menentukan decision of variables
  2. Membuat objective function
  3. Memformulasikan constraints
  4. Menggambarkan dalam bentuk grafik
  5. Menentukan daerah kemungkinan/ “feasible”
  6. Menentukan solusi optimum.

Dua jenis pendekatan yang sering digunakan dalam metode pemrograman linier ini, yaitu (id.wikipedia.org, 2011):

  1. Metode grafik digunakan untuk menyelesaikan optimasi dengan maksimum 2 variabel dan dapat digunakan untuk variabel lebih dari 2.
  2. Metode Simplex digunakan untuk proses dengan jumlah variabel lebih dari 2 dan tahapan dalam metode simplex ini lebih kompleks dibandingakan dengan metode grafik.

 

2.2.1        Karakteristik Pemrograman Linier

Sifat linearitas suatu kasus dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa cara. Secara statistik, kita dapat memeriksa kelinearan menggunakan grafik (diagram pencar) ataupun menggunakan uji hipotesa. Secara teknis, linearitas ditunjukkan oleh adanya sifat proporsionalitas, additivitas, divisibilitas dan kepastian  fungsi tujuan dan pembatas. Sifat proporsional dipenuhi jika kontribusi setiap variabel pada fungsi tujuan atau penggunaan sumber daya yang membatasi proporsional terhadap level nilai variabel. Jika harga per unit produk misalnya adalah sama berapapun jumlah yang dibeli, maka sifat proporsional dipenuhi. Atau dengan kata lain, jika pembelian dalam jumlah besar mendapatkan diskon, maka sifat proporsional tidak dipenuhi. Jika penggunaan sumber daya per unitnya tergantung dari jumlah yang diproduksi, maka sifat proporsionalitas tidak dipenuhi.

Sifat additivitas mengasumsikan bahwa tidak ada bentuk perkalian silang diantara berbagai aktivitas, sehingga tidak akan ditemukan bentuk perkalian silang pada model. Sifat additivitas berlaku baik bagi fungsi tujuan maupun pembatas (kendala). Sifat additivitas dipenuhi jika fungsi tujuan merupakan penambahan langsung kontribusi masing-masing variabel keputusan. Untuk fungsi kendala, sifat additivitas dipenuhi jika nilai kanan merupakan total penggunaaan masing-masing variabel keputusan. Jika dua variabel keputusan misalnya merepresentasikan dua produk substitusi, dimana peningkatan volume penjualan salah satu produk akan mengurangi volume penjualan produk lainnya dalam pasar yang sama, maka sifat additivitas tidak terpenuhi.

Sifat divisibilitas berarti unit aktivitas dapat dibagi ke dalam sembarang level fraksional, sehingga nilai variabel keputusan non integer dimungkinkan. Sifat kepastian menunjukkan bahwa semua parameter model berupa konstanta. Artinya koefisien fungsi tujuan maupun fungsi pembatas merupakan suatu nilai pasti, bukan merupakan nilai dengan peluang tertentu.

Keempat asumsi (sifat) ini dalam dunia nyata tidak selalu dapat dipenuhi. Untuk meyakinkan dipenuhinya keempat asumsi ini, dalam pemrograman linier diperlukan analisis sensitivitas terhadap solusi optimal yang diperoleh (Siringoringo, 2005).

 

2.2.2        Persyaratan-Persyaratan Dasar Pemrograman Linier 

Secara matematik, pengertian pemrograman linier adalah menentukan harga-harga ekstrim dari fungsi-fungsi linier, bila variabel-variabelnya harus memenuhi satu atau lebih kendala-kendala tambahan dalam bentuk persamaan atau ketidaksamaan. Berikut persyaratan-persyaratan dasar dari suatu masalah pemrograman linier adalah (www.elearning.gunadarma.ac.id, 2011):

a. Sumber-sumbemya harus dalam persediaan yang terbatas.

b. Fungsi tujuannya harus jelas dan tepat.

c. Fungsi tujuan dan kendalanya harus dinyatakan secara matematik.

d. Variabel-variabel harus berhubungan satu sama lain

 

2.2.3        Konsep Dasar Program Linear

Program linear (linear programming) merupakan model optimasi persamaan linear yang berkenaan dengan masalah-masalah pertidaksamaan linear. Masalah program linear berarti masalah nilai optimum (maksium atau minimum) sebuah fungsi linear pada suatu sistem pertidaksamaan linear yang harus memenuhi optimasi fungsi objektif. Wring dalam banyak situasi dijumpai masalah-masalah yang berhubungan dengan program linear agar masalah optimasinya dapat diselesaikan dengan program linear, maka masalah tersebut harus diterjemahkan dalam bentuk model matematika (www.scribd.com, 2011).

 

CPM and PERT

Cpm
CPM dan PERT

CPM dan PERT adalah suatu alat manajemen proyek yang digunakan untuk melakukan penjadwalan, mengatur dan mengkoordinasi bagian-bagian pekerjaan yang ada didalam suatu proyek tersebut. PERT yang memiliki kepanjangan Program Evalution Review Technique, sedangkan CPM merupakan kepanjangan dari Critical Path Method  (syukronali.files.wordpress.com). Berikut langkah dasar yang dilakukan oleh PERT dan CPM, yaitu (Prasetya, 2009):

  1. Mendefinisikan proyek dan menyiapkan struktur pecahan kerja.
  2. Membangun hubungan antara kegiatan. Memutuskan kegiatan mana yang harus lebih dahulu dan mana yang harus mengikuti yang lain.
  3. Menggambarkan jaringan yang menghubungkan keseluruhan kegiatan.
  4. Menetapkan perkiraan waktu dan biaya untuk tiap kegiatan.
  5. Menghitung jalur waktu terpanjang melalui jaringan, yang disebut dengan jalur kritis.
  6. Menggunakan jaringan untuk membantu perencanaan, penjadwalan dan pengendalian proyek.

2.1.4.1  CPM (Critical Path Method)

              Critis Path Method (CPM) adalah pemodelan proyek teknik dikembangkan pada akhir 1950-an oleh Morgan R. Walker dari DuPont dan James E. Kelley, Jr dari Remington Rand . Kelley dan Walker terkait kenangan mereka terhadap pengembangan CPM pada tahun 1989.  Kelley disebabkan istilah “kritis” path ke pengembang dari Evaluasi Program dan Review Teknik yang dikembangkan pada waktu yang sama dengan Booz Allen Hamilton dan Angkatan Laut Amerika Serikat.

The prekursor dari apa yang kemudian dikenal sebagai jalur kritis dikembangkan dan dipraktekkan oleh DuPont antara tahun 1940 dan 1943 dan memberikan kontribusi bagi keberhasilan proyek Manhattan. CPM umumnya digunakan dengan segala bentuk proyek, termasuk konstruksi, aerospace dan pertahanan, pengembangan perangkat lunak, proyek penelitian, pengembangan produk, rekayasa, dan pemeliharaan tanaman, antara lain. Setiap proyek dengan kegiatan saling tergantung dapat menerapkan metode analisis matematis, meskipun program CPM asli dan pendekatan tidak lagi digunakan, istilah ini umumnya berlaku untuk setiap pendekatan yang digunakan untuk menganalisis proyek jaringan diagram logika (en.wikipedia.org, 2011).

 

2.1.4.2  PERT (Proyek Evaluasi dan Review Teknik)

Proyek Evaluasi dan Review Teknik, biasa disingkat PERT adalah sebuah model untuk manajemen proyek yang dirancang untuk menganalisa dan mewakili dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan proyek . Hal ini biasanya digunakan dalam hubungannya dengan metode jalur kritis. PERT dikembangkan terutama untuk menyederhanakan perencanaan dan penjadwalan proyek besar dan kompleks. PERT dikembangkan untuk US Navy Khusus Kantor Proyek pada tahun 1957 untuk mendukung Angkatan Laut AS nuklir proyek kapal selam Polaris.

PERT mampu menggabungkan ketidakpastian dengan memungkinkan untuk menjadwalkan proyek sementara tidak tahu persis rincian dan durasi semua kegiatan. Hal ini lebih dari sebuah teknik acara berorientasi daripada mulai dan selesai berorientasi, dan digunakan lebih dalam proyek-proyek di mana waktu, bukan biaya, adalah faktor utama. Model proyek adalah yang pertama dari jenisnya kebangkitan untuk manajemen ilmiah didirikan oleh Frederick Taylor ( Taylorisme ) dan kemudian disempurnakan oleh Henry Ford ( Fordisme ). Korporasi DuPont metode jalur kritis ditemukan di sekitar waktu yang sama seperti PERT (en.wikipedia.org, 2011).

Metodologi dan komponen-komponen PERT mempunyai pengertian-pengertian standar yang dapat diuraikan sebagai berikut (Handoko, 1984):

  1. Kegiatan (activity)

Bagian dari keseluruhan pekerjaan yang dilaksanakan, kegiatan mengkonsumsi waktu dan sumber daya serta mempunyai waktu mulai dan waktu berakhirnya.

  1. Peristiwa (event)

Menandai permulaan dan akhir suatu kegiatan. Biasanya peristiwa diganbarkan suatu lingkaran atau “nodes” dan juga diberi nomor dengan nomor-nomor lebih kecil dari peristiwa-peristiwa yang mendahuluinya. Dalam jaringan PERT, setiap kegiatan menghubungkan dua peristiwa.

  1. Waktu kegiatan (activity time)

PERT menggunakan tiga estimasi waktu penyelesaian suatu kegiatan. Estimasi ini diperolh dari orang-orang yang mempunyai kemampuan tentang pekerjaan yang akan dilaksanakan dan berapa lama waktu pengerjaannya, ketiga estimasi waktu tersebut adalah:

  1. Waktu optimistik (a) merupakan waktu kegiatan bila semuanya berjalan baik tanpa hambatan-hambatan atau penundaan-penundaan.
  2. Waktu realistik (m) merupakan waktu kegiatan yang akan terjadi bila kegiatan dilaksanakan dalam kondisi normal dengam penundaan-penundaan tertentu yang dapat diterima.
  3. Waktu pesimistik (b) merupakan waktu kegiatan bila terjadi hambatan atau penundaan lebih dari semestinya.

PERT menimbang ketiga estimasi itu untuk mendapatkan waktu kegiatan yang diharapkan dengan rumus:

ET =

Keterangan:

ET : waktu kegiatan yang diharapkan                 b   : waktu pesimistik

a     : waktu optimistik

2.1.5      Jalur Kritis

Waktu penyelesaian suatu proyek ditentukan oleh rangkaian kegiatan yang memiliki waktu terpanjang dalam jaringan kerja. Rangkaian kegiatan ini menjadi pusat perhatian di dalam proses pengendalian dan dinamakan jalur kritis atau critical path. Dinamakan demikian karena penundaan atau keterlambatan yang terjadi pada salah satu kegiatan yang berada pada jalur kritis akan menyebabkan penundaan atau keterlambatan waktu penyelesaian proyek secara keseluruhan, jadi jalur kritis adalah rangkaian kegiatan di dalam jaringan kerja yang memiliki waktu terpanjang dan menunjukan waktu penyelesaian proyek (Siswanto, 1990).

2.1.6      Analisis Network

Merupakan suatu metode analitik yang dirancang untuk membantu dalam penjadwalan dan pengawasan kompleks yang saling behubungan dan salung tergantung satu sama lain. Analisis network dilakkan agar perencanaan dan pengawasan semua kegiatan itu dapat dilakukan secara sistematis, sehingga dapat diperoleh efisiensi kerja, Analisis network sangat membantu dalam (Prasetya, 2009).

  1. Prencanaan suatu proyek yang kompleks.
  2. Scheduling pekerjaan-pekerjaan sedemikian rupa dalam urutan yang praktis dan efisien.
  3. Mengadakan pembagian dari tenaga kerja dan dana yang tersedia.
  4. Menentukan trade-off (kemungkinan pertukaran) antara waktu dan biaya.
  5. Menentukan probabilitas penyelesaian suatu proyek tertentu.

Manfaaat analisis network digunakan untuk merencanakan suatu proyek (Prasetya, 2009):

  1. Pembanguna rumah, jalan atau jembatan.
  2. Kegiatan penelitian.
  3. Perbaikan, pembongkaran dan pemasangan mesin pabrik.
  4. Pembuatan kapal, pesawat.
  5. Kegiatan periklanan.

Conveyor Simulation

Simulasi Konveyor

7.1.   Tinjauan Pustaka

Konveyor adalah salah satu jenis alat pengangkut yang berfunsi untuk mengangkut bahan-bahan industri yang berbentuk padat. Pemilihan alat transportasi (conveying equipment) material padatan antara lain tergantung pada (http://repository.usu.ac.id/ bitstream/123456789/18457/4/Chapter%20II.pdf):

  1. Kapasitas material yang ditangani.
  2. Jarak pemindahan material.
  3. Arah pengangkutan.
  4. Ukuran (size), bentuk (shape), dan sifat material (properties).

Secara umum konveyor diklasifikasikan menjadi 3. Berikut ini merupakan selengkapnya mengenai klasifikasi konveyor.

 

7.1.1 Belt konveyor

Belt konveyor pada dasarnya merupakan peralatan yang cukup sederhana. Alat tersebut terdiri dari sabuk yang tahan terhadap pengangkutan benda padat. Sabuk yang digunakan pada belt konveyor ini dapat dibuat dari berbagai jenis bahan yang akan diangkut. Untuk mengangkut bahan-bahan panas, sabuk yang digunakan terbuat dari logam yang tahan terhadap panas. Karakteristik belt konveyor (http://repository.usu.ac.id/bitstream /123456789/18457/4/Chapter%20II.pdf):

  1. Dapat beroperasi secara mendatar maupun miring dengan
    sudut maksimum sampai 180.
  2. Sabuk disanggah oleh plat roller untuk membawa bahan.
  3. Kapasitas pengangkutan tinggi.
  4. Dapat beroperasi secara kontinu.
  5. Kapasitas dapat diatur.
  6. Kecepatannya sampai dengan 600 ft/m.
    1. Perawatan mudah.
    2. Biaya perencanaan relatih mahal.

 

7.1.2 Scraper konveyor

Scraper konveyor merupakan konveyor yang sederhana dan paling murah diantara jenis-jenis konveyor lainnya. Konveyor jenis ini dapat digunakan dengan kemiringan yang besar. Konveyor jenis ini digunakan untuk mengangkut material-material ringan yang tidak mudah rusak, seperti abu, kayu dan kepingan. Karakteristik scraper konveyor (http://repository.usu.ac.id/bit stream/123456789/18457/4/Chapter%20II.pdf):

  1. Dapat beroperasi dengan kemiringan sampai 450.
  2. Mempunyai kecepatan maksimum 150 ft/m.
  3. Kapasitas pengangkutan hingga 360 ton/jam.
  4. Harganya murah.
  5. Mempunyai jarak yang pendek.
  6. Tenaganya tidak konstan.
  7. Biaya perawatan yang besar seperti service teratur.
  8. Mengangkut beban yang ringan dan tidak tetap.

 

7.1.3 Apron konveyor

Apron konveyor digunakan untuk variasi yang lebih luas dan untuk beban yang lebih berat dengan jarak yang pendek. Apron konveyor yang sederhana terdiri dari dua rantai yang dapat dibuat dari mata rantai yang dapat ditempa dan ditanggalkan dengan alat tambahan. Karakteristik apron konveyor (http://repository.usu. ac.id/bitstream/123456789/18457/4/Chapter%20II.pdf):

  1. Dapat beroperasi dengan kemiringan hingga 250.
  2. Kapasitas pengangkutan hingga 100 ton/jam.
  3. Kecepatan maksimum 100 ft/m.
  4. Dapat digunakan untuk bahan yang kasar, berminyak maupun yang besar.
  5. Perawatan murah.
  6. Kecepatan yang relatif rendah.
  7. Kapasitas pengangkutan yang kecil.
  8. Hanya satu arah gerakan.

Material Requirement Planning

Material Requirement Planning

5.1       Tinjauan Pustaka

Perencanaan kebutuhan material dapat didefinisikan sebagai suatu teknik atau set prosedur yang sistematis untuk penentuan kuantitas serta waktu dalam proses perencanaan dan pengendalian item barang (komponen) yang tergantung pada itemitem tingkat (level) yang lebih tinggi (dependent demand). Ada 4 kemampuan yang menjadi ciri utama dari sistem MRP yaitu (Gaspersz, 2002):

  1. Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat.
  2. Membentuk kebutuhan minimal untuk setiap item.
  3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan pemesannan.
  4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan.

Sistem MRP adalah suatu prosedur logis berupa aturan keputusan dan teknik transaksi berbasis komputer yang dirancang untuk menerjemahkan jadwal induk produksi menjadi “kebutuhan bersih: “untuk semua item, sistem MRP dikembangkan untuk membantu perubahan manufaktur mengatasi kebutuhan akan itemitem dependen secara lebih dan efisien. Disamping itu, sistem MRP dirancang untuk membuat pesanan-pesanan produksi dan pembelian untuk mengatur bahan baku dan persediaan dalam proses sehingga sesuai dan pembelian untuk mengatur aliran bahan baku dan persediaan yang tersedia dalam bahan baku sehingga sesuai dengan jadwal produksi untuk produksi akhir. Hal ini memungkinkan perusahan memelihara tingkat minimum dari itemitem yang kebutuhannya dependen, tetapi tetap dapat menjamin terpenuhannya jadwal produksi untuk produk akhirnya. Sistem MRP juga dikenal sebagai perencanaan kebutuhan berdasarkan tahap waktu (item-phase requirements planning). MRP seringkali menimbulkan kerancuan karena mempunyai beberapa arti yaitu perencanaan kebutuhan material dengan loop tertutup. MRP biasa digunakan untuk menjadwal aliran material dan merencanakan kebutuhan sumber daya yang diperlukan perusahaan dengan menghitung biayanya yang dikeluarkan untuk bahan baku. Planning BOM tidak menggambarkan produk aktual yang akan dibuat, tetapi proses produk atau komposit produk yang diciptakan untuk memudahkan dan meningkatkan akurasi peramalan penjualan, mengurangi jumlah end item, membuat proses perencanaan dan panjadwalan biasa menjadi lebih akurat, menyederhanakan pemasukan pemesanan dan penjadwalan menjadi lebih akurat, menyederhanakan pemasukan pemesanan pelanggan (costumer order entry) dan menciptkan sistem pemeliharaan dan penyimpanan data yang efisien dan fleksibel, serta melakukan penjadwalan dua tingkat (http://thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab%202.pdf).

  1. Make-to-Stok
    Standar dalam sistem struktur standar sedikit end item standar yang dibuat dari komponen-komponen produk akhir disimpan dalam stok pengiriman.
  2. 2.  Assemble-to-Order

Modular dalam struktur modular banyak end item yang dibuat dari s yang sama, kemudian disimpan untuk assembly guna memenuhi pesanan pelanggan.

  1. 3.  Make-to-Order Inverted

Dalam struktur  inverted  banyak end item dibuat dari sejumlah raw materials yang terbatas, berdasarkan pada pesanan pelanggan.

Moto dari MRP adalah memperoleh material yang tepat, dari sumber yang tepat, untuk penempatan yang tepat, dan pada waktu yang tepat. Berdasarkan MPS yang diturunkan dari rencana produksi, suatu sistem MRP mengidentifikasi item apa yang harus dipesan, berapa banyak kuantitas item yang harus dipesan, dan bilamana waktu memesan item itu. Terdapat empat tujuan yang menjadi ciri utama sistem MRP, yaitu (Gaspersz, 2002):

1. Menentukan kebutuhan pada saat yang tepat.

Menentukan secara tepat kapan suatu pekerjaan harus selesai (atau material    harus tersedia) untuk memenuhi permintaan atas produk akhir yang sudah direncanakandalam jadwal induk produksi.

  1. Menentukan kebutuhan minimal setiap item .

Dengan diketahuinya kebutuhan akhir, sistem MRP dapat menentukan secara tepat sistem penjadwalan (prioritas) untuk memenuhi semua kebutuhan minimal setiap item.

3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan.

Memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan pemesanan harus dilakukan. Pemesanan perlu dilakukan lewat pembelian atau dibuat pada pabrik sendiri.

  1. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan.

Jika penjadwalan ulang ini masih tidak memungkinkan untuk memenuhi pesanan, maka pembatalan atas suatu pesanan harus dilakukan.        Pada dasarnya mekanisme dari proses MRP merupakan dasar dari pembuatan format dari tampilan MRP. Berikut ini merupakan mekanisme dasar dari pembuatan MRP:

  1. Lead Time merupakan jangka waktu yang dibutuhkan sejak MRP menyarankan suatu pesanan sampai item yang dipesan itu siap untuk digunakan.
  2. On Hand merupakan inventori on hand yang menunjukan kuantitas dari item yang secara fisik ada dalam stockroom.
  3. Lot Size merupakan kuantitas pesanan dari item yang memberitahukan MRP berapa banyak kuantitas yang harus dipesan secara teknik lot-sizing yang dipakai
  4. Safety Stock  merupakan stock pengamanan yang ditetapkan oleh perencana MRP untuk mengatasi fluktuasi dalam permintaan atau penawaran MRP merencanakan untuk mempertahankan tingkat stock pada tingkat ini pada semua periode waktu.
  5. Gross Requirements merupakan total dari kebutuhan, termasuk kebutuhan yang diantisipasi, untuk setiap periode waktu. Suatu  part  tertentu mempunyai kebutuhan kotor yang mencangkup dependent and independent demand.
  6. Project On Hand merupakan  projected available balance (PAB) dan tidak termasuk   planned order.
  7. Net Requirements merupakan kekurangan material yang diproyeksikan untuk  periode ini, sehingga perlu diambil tindakan kedalam  planned order receipts agar menutupi kekurangan material pada periode itu.
  8. Planned Order Receipts merupakan kuantitas pesanan pengisian kembali yang telah direncanakan oleh MRP untuk diterima pada periode tertentu guna memenuhi kebutuhan bersih.
  9. Planned Order Releases merupakan kuantitas planned order  yang ditempatkan atau dikeluarkan dalam periode tertentu, agar item yang dipesan itu akan tersedia saat dibutuhkan. Item yang tersedia pada saat dibutuhkan itu tidak lain adalah kuantitas  planned order receipts yang ditetapkan menggunakan lead time offset.

Line Balancing

Line Balancing

6.1.   Tinjauan Pustaka

Line balancing merupakan penyeimbangan penugasan elemen-elemen tugas dari suatu assembly line ke work stations untuk meminimumkan banyaknya work station dan meminimumkan total harga Idle time pada semua stasiun untuk tingkat output tertentu. Ada 3 jenis metode yang digunakan dalam line balancing, yaitu: (Baroto, 2002)

  1. Metode Heuristic, yaitu metode yang beradasarkan pengalaman (kualitatif) atau intuisi. Metode yang termasuk dalam metode heuristic, yaitu:
  2. Ranked Positional Weight (RPW)
  3. Killbridge – Wester
  4. c.    Large Candidate Rule
  5. Al Arcu’s
    1. Metode Analitical (matematis), yaitu metode berdasarkan perhitungan kualitatif. Yang termasuk dalam metode ini adalah Branch and Bound.
    2. Metode Simulasi, yaitu metode yang berdasarkan pengalaman (kuantitatif). Metode yang termasuk dalam metode simulasi, yaitu:
    3. CALB (Computer Assembly Line Balancing or Computer Aided Line Balancing)
    4. ALPACA (Assembly Line Balancing and Control Activity)
    5. COMSAL (Computer Method or Saumming Operation for Assemble)

Kriteria umum keseimbangan lintasan produksi adalah memaksimumkan efisiensi atau meminimumkan balance delay. Tujuan pokok dari penggunaan metode ini adalah untuk mengurangi atau meminimumkan waktu menganggur pada lintasan yang ditentukan oleh operasi yang paling lambat. Tujuan perencanaan keseimbangan lintasan adalah mendistribusikan unit-unit kerja atau elemen-elemen kerja pada setiap stasiun kerja agar waktu menganggur dari stasiun kerja pada suatu lintasan produksi dapat ditekan seminimal mungkin, sehingga pemanfaatan dari peralatan maupun operator digunakan semaksimal mungkin. Adapun permasalahan penting dalam penyeimbangan lini adalah: (Baroto, 2002)

  1. Penyeimbangan antara stasiun kerja
  2. Menjaga kelangsungan produksi di dalam lini perakitan

Istilah-istilah yang biasa digunakan dalam line balancing adalah:

  1. Precedence Diagram

Precedence diagram merupakan gambaran secara grafis dari urutan operasi kerja, serta ketergantungan pada operasi kerja lainnya yang tujuannya untuk memudahkan pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang terkait di dalamnya. Adapun tanda-tanda-tanda yang dipakai sebagai berikut:

  • Simbol lingkaran dengan huruf atau nomor di dalamnya untuk mempermudah identifikasi dari suatu proses operasi.
  • Tanda panah menunjukkan ketergantungan dan urutan proses operasi.
  • Angka di atas symbol lingkaran adalah waktu standar yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap operasi.
  1. Assemble Product

Adalah produk yang melewati urutan work station dimana

tiap work station memberikan proses tertentu hingga selesai menjadi prouk akhir pada perakitan akhir.

  1. Work Elemen (Elemen Kerja)

Merupakan bagian dari seluruh proses perakitan yang dilakukan.

  1. Waktu Operasi (Ti)

Adalah waktu standar untuk menyelesaikan suatu operasi.

  1. Work Stations (Stasiun Kerja)

Adalah tempat pada lini perakitan dimana proses perakitan dilakukan. Rumus dari work stations yaitu:

 

  1. Cycle time (Waktu Siklus)

Merupakan waktu yang diperlukan untuk memuat satu unit produk per satu stasiun. Rumus dari cycle time yaitu:

 

 

  1. Station Time

Jumlah waktu dari elemen kerja yang dilakukan pada suatu stasiun kerja yang sama.

  1. Idle Time

Merupakan selisih antara cycle time dengan station time.

  1. Balance Delay

Sering disebut balancing loss adalah ukuran dari ketidakefisienan lintasan yang dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya yang disebabkan karena pengalokasian yang kurang sempurna di antara stasiun-stasiun kerja. Rumus dari balance delay yaitu:

 ……………………….(6.3)

 

  1. Line Efficiency

Adalah rasio dari total waktu di stasiun kerja dibagi dengan aktu siklus dikalikan dengan jumlah stasiun kerja. Rumus dari line efficiency yaitu:

 

 

  1. Smoothnes Index

Adalah suatu index yang menunjukkan kelancaran relative dari penyeimbangan lini perakitan tertentu.

 

  1. Precedence Constraints (Pembatas Pendahulu)

Dalam menyelesaikan suatu elemen pekerjaan seringkali terdapat urutan-urutan teknologi yang harus terpenuhi sebelumnya agar elemen itu dapat dijalankan. Beberapa tipe pembatas dalam keseimbangan lini adalah:

  • Pembatas teknologi

Pembatas ini disebut juga precedence constraints dalam bahasa keseimbangan lintasan.

  • Pembatas fasilitas

Pembatas disini adalah akibat adanya fasilitas atau mesin yang tidak dapat dipindahkan (fasilitas tetap).

  • Pembatas posisi

Membatasi pengelompokkan elemen-elemen kerja karena orientasi produk terhadap operator yang sudah tertentu.

  • Zoning constraint

Zoning constraint terdiri atas positive zoning constraint dan negative zoning constraint. Positive zoning constraint berarti bahwa elemen-elemen pekerjaan tertentu harus ditempatkan saling berdekatan dalam stasiun kerja yang sama. Negative zoning constraint menyatakan bahwa jika satu elemen pekerjaan dengan elemen pekerjaan lain sifatnya saling mengganggu maka sebaiknya tidak ditempatkan saling berdekatan.

Terdapat sejumlah langkah pemecahan masalah line balancing, yaitu (Gaspersz, 2002):

  1. Mengidentifikasi tugas-tugas individual atau aktivitas yang akan dilakukan.
  2. Menentukan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap tugas itu.
  3. Menetapkan precedence constraint, jika ada, yang berkaitan dengan setiap  tugas itu.
  4. Menentukan output dari assembly line yang dibutuhkan.
  5. Menentukan waktu total yang tersedia untuk memproduksi output itu.
  6. Menghitung cycle time yang dibutuhkan, misalnya: waktu di antara penyelesaian produk yang dibutuhkan untuk menyelesaikan output yang diinginkan dalam batas toleransi dari waktu (batas waktu yang diizinkan).
  7. Memberikan tugas-tugas kepada pekerja dan mesin.
  8. Menetapkan minimum banyaknya stasiun kerja yang dibutuhkan untuk memproduksi output yang diinginkan.
  9. Menilai efektifitas dan efisiensi dari solusi.
  10. Mencari terobosan-terobosan untuk perbaikan proses terus-menerus.

Pada usaha pencapaian keseimbangan lini, terdapat beberapa cara yang dikenal, antara lain:

  1. Penumpukan material

Caranya dengan membuat tumpukan material pada stasiun kerja yang lambat. Kemudian pada stasiun kerja ini harus melakukan kerja lembur atau menambah tenaga kerja. Cara ini merupakan cara yang paling mudah, tetapitidak menjadikan lebih baik karena dengan adanya penumpukkan material akan mengakibatkan pemborosan waktu pada stasiun kerja yang lain dan pemborosan ruangan yang dipakai.

  1. Pergerakan operator

Caranya adalah apabila seorang operator mempunyai waktu operasi yang lebih cepat dari operator lainnya, ia dapat bergerak sepanjang lini produksi tersebut untuk membantu operator lainnya yang waktu operasinya lebih lama.

  1. Pemecahan elemen pekerjaan

Cara ini dilakukan jika suatu operasi membutuhkan waktu yang lebih singkat daripada stasiun kerja lainnya. Operator tersebut dapat menangani lebih dari satu operasi.

  1. Perbaikan operasi

Cara ini harus ditempuh melalui perbaikan metode kerja khususnya jika terdapat operasi yang lebih lama dibandingkan dengan yang lainnya dan memerlukan waktu set-up yang lama. Studi gerakan akan selalu menghasilkan cara yang lebih baik untuk melakukan pekerjaan dan akan mengurangi waktu kerja yang dibutuhkan.

  1. Perbaikan performansi operator

Pada umumnya operasi yang mengalami kemacetan (bottleneck) dapat diseimbangkan melalui penambahan latihan pada operator yang bersangkutan atau pergantian operator dengan operator yang bekerja lebih cepat atau lebih baik. Performansi keseimbangan lini produksi yang baik dapat diketahui melalui efisiensi lini dan efisiensi dari stasiun kerja. Semakin tinggi efisiensinya berarti performansi keseimbangan lini produksi juga semakin baik.

 

  1. Pengelompokkan operasi

Cara ini berusaha untuk mengelompokkan beberapa operasi atau elemen kerja hasil pembagian ke dalam grup-grup atau stasiun-stasiun kerja secara seimbang, sehingga setiap setiap grup memiliki waktu kerja yang sama panjang.

Master Production Schedule

Master Production Schedule

4.1    Tinjauan Pustaka

Jadwal Induk Produksi (JIP) adalah suatu set perencanaan yang mengidentifikasi kuantitas dari item tertentu yang dapat dan akan dibuat oleh suatu perusahaan manufaktur (dalam satuan waktu). Jadwal Induk Produksi merupakan suatu pernyataan tentang produk akhir (termasuk parts pengganti dan suku cadang) dari suatu perusahaan industri manufaktur yang merencanakan memproduksi output berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu (Gaspersz, 2002).

Pada dasarnya istilah MPS (Master Production Schedule) adalah jadwal produksi induk yang merupakan hasil dari aktivitas penjadwalan produksi induk. MPS mendisagregasikan dan mengimplementasikan rencana produksi. Apabila rencana produksi yang merupakan hasil dari proses perencanaan produksi (aktivitas pada level 1 dalam hirarki perencanaan prioritas) dinyatakan dalam bentuk agregat, jadwal produksi induk yang merupakan hasil dari proses penjadwalan produksi induk dinyatakan dalam konfigurasi spesifik dengan nomor item yang ada dalam Item Master and BOM (Bill of Materials) (http://thesis.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2008-2-00495 –TI%20Bab%202.pdf).

Aktivitas penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitan dengan bagaimana menyusun dan memperbaharui jadwal produksi induk, memproses transaksi dari MPS, memelihara catatan MPS, mengevaluasi efektivitas dari MPS, dan memberikan laporan evaluasi dalam periode waktu yang teratur untuk peninjauan ulang. Adapun fungsi dari Jadwal Induk Produksi adalah sebagai berikut (Gaspersz, 2002):

  1. Menjadwalkan produksi dan order pembelian untuk itemitem JIP.
  2. Memberikan input dasar bagi sistem MRP.
  3. Menjadi dasar bagi penentuan kebutuhan sumber daya (tenaga kerja, waktu, mesin, dan lain-lain).
  4. Menjadi dasar dalam membuat janji pengiriman pada konsumen.

Pada saat akan mendesain MPS, perlu diperhatikan beberapa faktor utama yang menentukan proses penjadwalan produksi induk. Beberapa faktor utama itu adalah (Gaspersz, 2002):

  1. Lingkungan manufacturing.
  2. Struktur produk.
  3. Horizon perencanaan, waktu tunggu produk dan production time fences.
  4. Pemilihan itemitem MPS.

Beberapa metode yang digunakan dalam perhitungan data yaitu metode tenaga kerja tetap, metode tenaga kerja berubah, metode mix strategy, dan metode transportasi. Metode tenaga kerja tetap adalah metode perencanaan produksi agregat, dimana jumlah tenaga kerja tidak mengalami perubahan (tetap). Metode tenaga kerja tetap mempunyai kecepatan produksinya konstan, yaitu operator atau pekerja bekerja tidak teralu cepat dan bekerja secara lambat (http://thesis.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/ 2008-2-00495-TI%20Bab%202.pdf).

Metode tenaga kerja tetap melakukan variasi tingkat persediaan dengan cara mempertahankan rata-rata tingkat produksi yang tetap dan menyimpan kelebihan produksi pada bulan-bulan tertentu untuk digunakan pada bulan-bulan lain yang mengalami kelebihan permintaan. Apabila jumlah produksi lebih tinggi dari permintaan, kelebihan produksi itu disimpan sebagai persediaan. Jika jumlah produksi lebih kecil daripada permintaan, kekurangan produksi diambil dari persediaan. Kecepatan produksi konstan. Jika berlebihan produk disimpan untuk persediaan. Langkah perhitungan untuk metode tenaga kerja tetap adalah:

  1. Hitung jumlah tenaga kerja yang akan digunakan.

…………………….(4.1)

Hasilnya dibulatkan ke atas dan ke bawah:

a = TK yang dibulatkan ke bawah

b = TK yang dibulatkan ke atas

Dengan TK a

  • Total Produksi RT       = (a x JK x SHK) / Wb à dalam

unit

  • Kekurangan Produksi = (S Demand – Inventori awal) –

Total Produksi RTà dalam unit

  • Ongkos RT                 = Total Produksi RT  x  ongkos RT

/unit

  • Ongkos OT                  = Kekurangan Produksi  x  ongkos OT

/unit

  • Total Ongkos               = Ongkos OT  +  Ongkos RT

Dengan TK b

  • Total Produksi RT       = (b x JK x SHK) / Wb à unit
  • Inventori                      = Tingkat Produksi RT – (S Demand

– Invt Awal) unit

  • Ongkos RT                  = (S Demand – Inventori awal) x

Ongkos RT/unit

  • Ongkos Inventori         = Inventori x Ongkos Inventori/unit
  • Total Ongkos            =  Ongkos RT  +  Ongkos Inventori

Berikut  adalah tabel rangkuman tenaga kerja tetap adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1

Rangkuman TK Tetap

Periode

(1)

Demand

(2)

HK

(3)

RMH

(4)

UPRT

(5)

Over Man Hour

(6)

Unit Produced OT

(7)

Sub Kontrak

(8)

Inventori

Akhir

(9)

1

2

3

12

Total

S

S

S

S

S

Keterangan:

b.  Kolom 1: Perode 1-12

Kolom 2: Demandàdari peramalan teRpilih yang dibulatkan ke atas

Kolom 3: HK sesuai ketentuan

Kolom 4 :RMH  = STK x HK x JK

Kolom 5 :UPRT = RMH / Wb

Kolom 6 :OMH = Kapasitas lembur (25%) x RMH

Kolom 7 :Demand – UPRT – Inventori Awal

Kolom 8 :(25% x UPRT) – DemandUnit Produk OT

Kolom 9 :Inventori akhir = UPRT + Inventori-Demand

Catatan: Untuk periode 1 inventori awal = 500, untuk periode berikutnya inventori akhir periode sebelumnya.

  1. Hitung Ongkos produksinya
  • Ongkos RT                     = S UPRT  x  Ongkos RT
  • Ongkos OT                     = S Unit Produced OT x Ongkos OT
  • Ongkos Inventori           = S Inventori x Ongkos Inventori
  • Total Ongkos Produksi   = S Ongkos RT + S Ongkos OT

+ Ongkos Inventori

Metode tenaga kerja berubah adalah metode perencanaan produksi agregat, dimana jumlah tenaga kerja mengalami perubahan. Rencana produksi metode tenaga kerja berubah dibuat sesuai kebutuhan (demand) dengan menambah tenaga kerja jika kekurangan tenaga kerja atau mengurangi tenaga kerja jika kelebihan tenaga kerja. Metode tenaga kerja berubah berupa strategi melakukan variasi jumlah tenaga kerja dengan cara menambah atau mengurangi sejumlah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan kapasitas produksi pada bulan yang bersangkutan. Berikut adalah rangkuam tenaga kerja berubah dapat dilihat dari tabel sebagai berikut:

Tabel 4.2

Rangkuman TK Berubah

Periode

(1)

Demand

(2)

K

(3)

TK

(4)

PRT

(5)

MHP

(6)

MH

(7)

Hiring(8)

Lay Off (9)

Under Time

(10)

1

2

3

12

Total

S

S

S

S

S

S

 

Keterangan:

Kolom 1      : Periode 1-12

Kolom 2      : DemandàPeramalan dari Metode RegresiàPeriode 13-24

Kolom 3      : Hari Kerja sesuai ketentuan

Kolom 4      : cari setiap periode, dibulatkan ke atas

Kolom 5      : UPRT (Unit Produced Regular Time)

UPRT = Demand atau Permintaan (unit) jika terdapat inventori, maka UPRT periode 1 dikurangi inventori

Kolom 6      : RMHP (Regular Man Hour Product) (dlm jam orang)

RMHP = UPRT x Wb

Kolom 7      : RMH (Regular Man Hour) (dalam jam orang)

RMH = S TK x HK x JK

Kolom 8      : Hiring = Penambahan Tenaga Kerja

Kolom 9      : Lay Off = Pengurangan Tenaga Kerja

Kolom 10    : Under Time = RMH-RMHP = Kolom 7-Kolom 6

Tabel 4.3

Rangkuman Ongkos Produksi

Ongkos RT

Ongkos Hiring

Ongkos Lay Off

Ongkos Under Time

S

S

S

S

Keterangan:

  • S Cost RT                  = UPRT x RT Cost
  • S Cost Hiring             = Hiring x Hiring Cost
  • S Cost Lay Off            = Lay Off x Lay Off Cost
  • S Cost Under Time     = Under Time x Under Time Cost
  • S Production Cost      = SCost RT+ SCost Hiring + SCost Lay Off +

SCost UnderTime

Metode mix strategy adalah metode perencanaan produksi agregat yang menggabungkan metode tenaga kerja tetap dengan metode tenaga kerja berubah. Metode mix strategy hanya menggabungkan nilai-nilai yang didapat pada metode tenaga kerja tetap dan metode tenaga kerja berubah. Penggabungan terletak pada 6 metode awal menggunakan metode tenaga kerja tetap dan 6 metode akhir menggunakan metode tenaga kerja berubah. Adapun hasil dari rangkuman metode mix strategy  yang terdapat pada tabel dibawah ini adalah sebagai berikut:

 

 

 

Tabel 4.4

Rangkuman Metode Mix Strategy

Periode

(1)

Demand

(2)

HK

(3)

TK

(4)

Regular Man Hour

(5)

Regular Man Hour Prod

(6)

Unit Produced RT

(7)

Over Man Hour

(8)

Unit Pro. OT

(9)

Sub Kontrak

(10)

1

12

Total

 

Tabel 4.4 (Lanjutan)

Rangkuman Metode Mix Strategy

Hiring

(11)

Lay Off

(12)

Under

Time

(13)

Inventori Akhir

(14)

Ongkos RT

(15)

Ongkos

OT

(16)

Ongkos SC

(17)

Ongkos Inventori

(18)

Ongkos Hiring

(19)

Ongkos Lay Off

(20)

Ongkos Under Time

(21)

Keterangan:

Untuk 6 periode pertama à Gunakan metode tenaga kerja tetap (1-6)

Untuk 6 periode berikutnya à Gunakan metode tenaga kerja berubah (7-12).

Untuk RMHP, dari metode tenaga kerja tetap nilainya sama dengan RMH-nya.

Menghitung total ongkos produksi:

Total Ongkos = Total Ongkos RT + Total Ongkos OT + Total Ongkos SC +Total Ongkos Inventori + Total Ongkos Hiring + Total Ongkos Lay Off  + Total Ongkos Under Time

Metode transportasi merupakan metode perencanaan produksi agregat yang berfungsi untuk menentukan rencana pengiriman barang dengan biaya minimal. Menurut Ayu (1994) masalah transportasi juga membahas pendistribusian suatu komoditas dari sejumlah sumber (supply) ke sejumlah tujuan (demand) dengan tujuan untuk meminimumkan biaya yang terjadi dari kegiatan tersebut, karena ide dasar dari masalah transportasi adalah meminimasi biaya total transportasi. Ciri dari masalah transportasi yaitu terdapatnya sejumlah sumber dan sejumlah tujuan, jumlah komoditas sumber atau tujuan besarnya tertentu dan kapasitasnya sesuai, serta biaya yang terjadi besarnya tertentu. Ciri dari masalah transportasi antara lain:

  1. Terdapat sejumlah sumber dan sejumlah tujuan.
  2. Kuantitas komoditas sumber tujuan besarnya tertentu.
  3. Jumlah pengiriman komoditas sesuai kapasitas sumber atau tujuan.
  4. Biaya yang terjadi besarnya tertentu.

Forecast

Forecast

3.1.   Tinjauan Pustaka

Peramalan adalah proses untuk memperkirakan berapa kebutuhan di masa datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang ataupun jasa. Salah satu jenis peramalan adalah peramalan permintaan. Peramalan permintaan merupakan tingkat permintaan produk–produk yang diharapkan akan terealisasi untuk jangka waktu tertentu pada masa yang akan datang (http://thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/ 2007-3-00471-TI%20BAB%20 II.pdf).

Untuk menjamin efektivitas dan efisiensi dari sistem peramalan permintaan, terdapat sembilan langkah yang harus diperhatikan yaitu (Yamit, 2003):

  1. Menentukan tujuan dari peramalan.
  2. Memilih Item independent demand yang diramalkan.
  3. Menentukan horizon waktu dari peramalan.
  4. Memilih model–model peramalan.
  5. Memperoleh data yang dibutuhkan untuk melakukan peramalan.
  6. Validasi model peramalan.
  7. Membuat peramalan.
  8. Implementasi hasil–hasil peramalan.
  9. Memantau keandalan hasil peramalan.

Dalam fungsi peramalan tidak hanya termasuk di dalamnya teknik khusus dan model, tetapi juga termasuk input dan output dari subyek peramalan. Pengembangan fungsi peramalan dibutuhkan untuk mengidentifikasi output, karena spesifikasi output dapat menyederhanakan pemilihan model peramalan, tetapi fungsi permalan tidaklah lengkap tanpa mempertimbangkan input. Peramalan biasanya meliputi beberapa pertimbangan berikut ini (Yamit, 2003):

  1. Item yang diramalkan.
  2. Peramalan dari atas (top-down) atau dari bawah (buttom-up).
  3. Teknik peramalan (model kuantitatif atau kualitatif).
  4. Satuan yang digunakan.
  5. Interval waktu.
  6. Komponen peramalan.
  7. Ketepatan peramalan.
  8. Pengecualian dan situasi khusus.
  9. Perbaikan parameter model peramalan.

Dalam hubunganya dengan horizon waktu peramalan, kita dapat mengklasifikasikan peramalan tersebut ke dalam 3 kelompok, yaitu (http://thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2007-3-004 71-TI%20BAB%20II.pdf):

  1. Peramalan Jangka Panjang, umumnya 2 sampai 10 tahun. Peramaln ini digunakan untuk perencanaan produk dan perencanaan sumber daya.
  2. Peramalan Jangka Menengah, umumnya 1 sampai 24 bulan. Peramalan ini lebih mengkhusus dibandingkan peramalan jangka panjang, biasanya digunakan untuk menentukan aliran kas, perencanaan produksi, dan penentuan anggaran.
  3. Peramalan Jangka Pendek, umumnya 1 sampai 5 minggu. Peramalan ini digunakan untuk mengambil keputusan dalam hal perlu tidaknya lembur, penjadwalan kerja, dan lain–lain.

Peramalan tidak terlalu dibutuhkan dalam kondisi permintaan pasar yang stabil, karena perubahan permintaannya relatif kecil. Tetapi peramalan akan sangat dibutuhkan bila kondisi permintaan pasar bersifat kompleks dan dinamis. Hanya sedikit bisnis yang dapat menghindari proses peramalan dan hanya menunggu apa yang terjadi untuk kemudian mengambil kesempatan. Perencanaan yang efektif baik untuk jangka panjang maupun bergantung pada peramalan permintaan untuk produk perusahaan tersebut (http://thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2007-3-004 71-TI%20BAB%20II.pdf).

          Banyak jenis metode peramalan yang tersedia untuk manajemen. Namun yang lebih penting bagi para praktisi adalah bagaimana memahami karakteristik suatu metode peramalan agar cocok bagi situasi pengambilan keputusan tertentu. Secara umum metode peramalan dapat dibagi dalam dua ketegori utama, yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif. Metode kuantitatif dapat dibagi ke dalam deret berkala atau kurun waktu (time series) dan metode kausal, sedangkan metode kualitatif dapat dibagi menjadi metode eksploratoris dan normative. Metode kuantitatif sangat beragam dan setiap teknik memiliki sifat, ketepatan dan biaya tertentu yang harus dipertimbangkan dalam memilih metode tertentu. Untuk menggunakan metode kuantitatif terdapat tiga kondisi yang harus dipenuhi, yaitu (http://thesis.binus.ac.id/Asli/ Bab2/2007-3-00471-TI%20BAB%20II.pdf):

  1. Tersedia informasi tentang masa lalu.
  2. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk numerik.
  3. Diasumsikan bahwa beberapa pola masa lalu akan terus berlanjut.

Metode runtun waktu atau sering disebut metode deret waktu atau deret berkala menggambarkan berbagai gerakan yang terjadi pada sederetan data pada waktu tertentu. Langkah penting dalam memiliki metode runtun waktu adalah dengan mempertimbangkan jenis pola data. Pola data dapat dibedakan menjadi empat jenis siklus dan trend, yaitu (http://thesis.binus. ac.id/Asli/Bab2/2007-3-00471-TI%20BAB%20II.pdf):

  1. Pola horizontal, terjadi bilamana nilai data berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan.
  2. Pola musiman, terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman.
  3. Pola siklus, terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti siklus bisnis.
  4. Pola trend, terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang dalam data.

                   Anggapan yang mengatakan bahwa garis trend seharusnya merupakan garis linear tidak selalu demikian. Terdapat empat cara yang biasa digunakan untuk mengukur gerakan trend, yaitu:

  1. Metode bebas (freehand method).
  2. Metode setengah-setengah (semi average method).
  3. Metode rata-rata bergerak (moving average method).
  4. Metode kuadrat terkecil (least quares method).

        Terdapat empat cara yang umumnya digunakan untuk mengukur variasi musim, yaitu:

  1. Metode rata-rata sederhana.
  2. Metode perbandingan dengan trend.
  3. Metode relatif berantara.
  4. Metode perbandingan dengan rata-rata bergerak.

 

3.1.1 Pola dan Teknik Peramalan

Pola dan teknik peramalan terbagi dalam 2 jenis, yaitu terknik peramalan kualitatif dan teknik peramalan dengan menggunakan data masa lalu. Kedua teknik tersebut terbagi dalam beberapa jenis metode, berikut merupakan penjelasannya (http://thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2007-3-004 71-TI%20BAB%20II.pdf).

  1. Teknik Peramalan Kualitatif  atau Subyektif (Qualitative Forecast)

Teknik peramalan yang menggabungkan faktor seperti intuisi, emosi, pengalaman  berbeda. Berikut yang termasuk dalam teknik peramalan kualitatif, yaitu:

  1. Keputusan dari Pendapat Juri Eksekutif (Jury of Executive Opinion)

Teknik peramalan yang meminta pendapat segolongan kecil manajer tingkat tinggi dan menghasilkan estimasi permintaan kelompok. Dalam metode ini, pendapat sekumpulan kecil manajer atau pakar tingkat tinggi, sering dikombinasikan dengan model statistik, dikumpulkan untuk mendapatkan prediksi kelompok.

  1. Metode Delphi (Delphi Method)

Teknik peramalan yang menggunakan proses kelompok dimana para pakar melakukan peramalan. Ada 3 jenis peserta dalam metode ini, yaitu pengambil keputusan, karyawan, dan responden. Pengambil keputusan biasanya terdiri dari 5 hingga 10 orang pakar yang akan melakukan peramalan. Karyawan membantu pengambil keputusan dengan menyiapkan, menyebarkan, mengumpulkan, serta meringkas sejumlah kuesioner dan hasil survei. Responden adalah sekelompok orang, biasanya ditempatkan di tempat yang berbeda, dimana penilaian dilakukan. Kelompok ini memberikan input pada pengambil keputusan sebelum peramalan dibuat.

  1. Gabungan dari Tenaga Penjualan (Sales Force Composite)

Teknik peramalan berdasarkan prediksi tenaga penjualan  akan penjualan yang diharapkan. Dalam pendekatan ini, setiap tenaga penjualan memperkirakan berapa penjualan yang bisa ia lakukan dalam wilayahnya. Peramalan ini kemudian dikaji untuk memastikan apakah peramalan cukup realistis. Kemudian peramalan dikombinasikan pada tingkat wilayah dan nasional untuk mendapatkan peramalan secara keseluruhan.

  1. Survei Pasar Konsumen (Consumer Market Survey)

Metode peramalan yang meminta input dari konsumen mengenai rencana pembelian mereka di masa depan.  Hal ini membantu tidak hanya dalam menyiapkan peramalan tetapi juga memperbaiki desain produk dan perencanaan produk baru. Survei konsumen dan gabungan tenaga penjualan bisa jadi tidak benar, karena peramalan yang berasal dari input konsumen yang terlalu optimis.

  1. Peramalan Time–Series

Teknik peramalan yang menggunakan sekumpulan data masa lalu untuk melakukan peramalan. Model Time-series membuat predikisi dengan asumsi bahwa masa depan merupakan fungsi masa lalu. Dengan kata lain, mereka melihat apa yang terjadi selama kurun waktu tertentu, dan menggunakan data masa lalu tersebut untu melakukan peramalan. Jika kita memperkirakan penjualan mingguan mesin pemotong rumput, kita menggunakan data penjualan minggu lalu untuk membuat ramalan. Time-series mempunyai empat komponen, yaitu Trend, Musim, Siklus, Variasi Acak. Terdapat 5 metode yang menggunakan data masa lalu, yaitu:

  1. Pendekatan Naif, teknik peramalan yang mengasumsikan permintaan, di periode mendatang sama dengan permintaan terkini. Terbukti untuk beberapa jenis produk, pendekatan naif (naive approach) ini merupakan model peramalan objektif yang paling efektif dan efesien dari segi biaya. Paling tidak, pendekatan naif memberikan titik awal untuk perbandingan dengan model lain yang lebih canggih.
  2. Rata-Rata Bergerak, metode peramalan yang menggunakan rata-rata dari sejumlah (n) data terkini untuk meramalkan periode mendatang. Rata-rata bergerak berguna jika kita dapat mengasumsikan bahwa permintaan pasar akan stabil sepanjang masa yang kita ramalkan.
  3. Penghalusan Eksponensial (Exponential Smoothing) adalah teknik peramalan rata-rata bergerak dengan pembobotan dimana data diberi bobot oleh sebuah fungsi eksponensial. Penghalusan eksponensial mungkin terdengar aneh, tetapi sebenarnya banyak digunakan dalam bisnis dan merupakan bagian penting dari sistem pengendalian persediaan berbasis komputer.
  4. Proyeksi Trend, metode peramalan Time-series yang mnyesuaikan sebuah garis tren pada sekumpulan data masa lalu, dan kemudian diproyeksikan dalam garis untuk meramalkan masa depan.
  5. Analisis Regresi Linier, model matematis garis lurus yang menjelaskan hubungan fungsional antara variabel bebas dan variabel terikat. persamaan regresi menunjukkan bagaimana satu variabel berhubungan pada nilai dan perubahan pada variabel lain.

OPC, APC, Struktur Produk dan BOM

OPC, APC, Struktur Produk dan BOM

2.1    Tinjauan Pustaka

Operasi Proces Chart (APC) merupakan peta yang menggambarkan langkah-langkah proses perakitan yang akan dialami komponen berikut pemeriksaannya dari awal sampai produk jadi selesai. APC atau disebut juga sebagai peta proses perakitan memiliki beberapa manfaat diantaranya adalah (http://www.scribd.com/doc/87113102/Jurnal-Pendahuluan-Tinj auan-Pustaka-Metodologi):

  1. Menentukan kebutuhan operator.
    1. Mengetahui kebutuhan tiap komponen.
    2. Alat untuk menentukan tata letak fasilitas.
    3. Alat untuk menentukan perbaikan cara kerja.
    4. Alat untuk latihan kerja.

Struktur produk atau bill of materials (BOM) didefinisikan sebagai cara komponen-komponen itu bergabung ke dalam suatu produk selama proses manufakturing. Struktur produk akan menunjukkan bahan baku yang dikonversi ke dalam komponen-komponen fabrikasi kemudian komponen-komponen itu bergabung secara bersama untuk membuat subassemblies, kemudian subassemblies bergabung bersama membuat assemblies dan seterusnya sampai produk akhir. Kebanyakan produk memiliki struktur standar dimana subassemblies lebih banyak dari pada produk akhir dan komponen dari pada subassemblies (berbentuk segitiga dengan puncak adalah produk akhir, bagian tengah adalah assemblies dan bagian bawah adalah komponen dan bahan baku). Ada juga produk yang memiliki struktur modular seperti mobil dan komputer, dimana lebih sedikit subassemblies atau modul dari pada produk akhir (berbentuk dua buah segitiga dengan dua buah puncak bertemudi tengah dengan bagian atas adalah produk akhir, bagian tengah adalah assemblies dan bagian bawah adalah komponen dan bahan baku) (Gaspersz, 2002).

Struktur produk yang terakhir adalah struktur inverted. Pada struktur ini subassemblies lebih sedikit dibandingkan dengan produk akhir, dan lebih sedikit komponen dan bahan baku dibandingkan subassemblies (berbentuk segitiga terbalik, dengan bagian atas adalah produk akhir, bagian tengah adalah assemblies dan bagian bawah adalah komponen dan bahan baku).Seringkali untuk keperluan peramalan dan perencanaan digunakan pendekatan planning terhadap struktur produk atau BOM, sehingga dikenal adanya planning BOM. Metode planning BOM ini mengijinkan perencana untuk memenuhi tujuan-tujuan operasi maupun non operasional yang lain. Biasanya pendekatan planning BOM akan efektif apabila terdapat perubahan proses yang meningkat dan lingkungan yang kompetitif serta dinamik. Planning BOM didefinisikan sebagai suatu pengelompokkan artifisial dari itemitem atau kejadian-kejadian dalam format BOM. Dipergunakan untuk memudahkan dalam penjadwalan produksi induk (JIP) atau Material Requirement Planning (MRP) (Gaspersz, 2002).

Planning BOM tidak menggambarkan produk aktual yang akan dibuat, tetapi menggambarkan pseudo product atau composite product yang diciptakan untuk memudahkan dan meningkatkan akurasi peramalan penjualan, mengurangi jumlah end items, membuat proses perencanaan dan penjadwalan secara akurat, menyederhanakan pemasukan pesanan perlangkah, menciptakan sistem pemeliharaan dan penyimpanan data yang efesien dan fleksibel, serta melakukan penjadwalan dua tingkat. Jenis BOM yang dipakai untuk keperluan perencanaan ini sering disebut sebagai planning bill of materials (planning BOM) atau sering disingkat sebagai planning bill, yang dapat dibagi ke dalam dua jenis yaitu yang pertama adalah planning bill dan yang kedua ialah modular bill. Berikut adalah bentuk utama dari struktur produk atau bill of materials (BOM) (Gaspersz, 2002):

Pertama planning bills dengan item yang dijadwalkan merupakan komponen atau sub assemblies untuk pembuatan produk akhir, dimana itemitem yang dijadwalkan itu secara fisik lebih kecil dari pada produk akhir. Termasuk ke dalam kategori ini adalah modular bill of material dan inverted bill of material(Gaspersz, 2002).

a.  Planning bills dengan item yang dijadwalkan memiliki produk akhir sebagai komponen-komponennya (super bills), dimana itemitem yang dijadwalkan secara fisik lebih besar dari pada produk akhir. Termasuk ke dalam kategori ini adalah super bill of material, super family bill of material, dan super modular bill of material.

b.  Modular bills mengelompokkan subassemblies dan parts berdasarkan pada apakah mereka adalah unit terhadap specific or common product option terhadap semua konfigurasi produk. Setiap kelompok disebut module yang dijadwalkan dalam Master Production Schedule (MPS) bukan produk akhir yang dijadwalkan.

Keuntungan dari penggunaan modular planning bill adalah cocok dipergunakan untuk produk yang memiliki banyak pilihan, jumlah item yang dijadwalkan dalam MPS menjadi lebih sedikit, dan peramalan berdasarkan modullebih akurat dibandingkan dengan peramalan untuk konfigurasi spesifik. Inverted bills of material adalah suatu komponen tunggal atau bahan baku yang dapat diubah ke dalam banyak produk unit. Dalam inverted bill of  material, peramalan dan MPS dilakukan pada level bahan baku dan bukan pada level produk akhir. Peramalan pada level bahan baku agregat lebih akurat dari pada peramalan pada level produk akhir individual. Inverted bills didasarkan pada asumsi bahwa persentase penggunaan inverted bills umum diterapkan dalam proses industri (Gaspersz, 2002).

Penggunaan bill of material secara umum digunakan oleh berbagai macam bidang yang diantaranya yaitu engineering, production planning control (PPC)dan accounting(Gaspersz, 2002).

a.  Dalam bidang engineering penggunaan BOM dibuat sebagai bagian dari perencanaan proses produksi dan juga digunakan untuk  menentukan itemitem mana saja yang harus di beli atau dibuat sendiri.

b.  Pada production planning control penggunaan struktur produk digunakan untuk dilakukan penggabungan dengan master production schedule (MPS) yang digunakan untuk menentukan itemitem dalam daftar pembelian dan order produksi yang harus dilepas.

c.  Sedangkan dalam accounting struktur produk digunakan dalam menghitung biaya produk dan harga jual.

Setiap komponen harus memiliki identifikasi unik atau khusus yang hanya mengidentifikasikan satu komponen yang disebut part number  atau item number. Penentuan part number dapat dilakukan dengan tiga  cara yaitu random, significant dan semi significant. Pada metode random nomor yang digunakan hanya sebagai pengenal (identifier) dan bukan sebagai penjelasan (descriptor) tidak menjelaskan lebih jauh mengenai suatu komponen. Significant adalah nomor yang dapat juga menjelaskan informasi khusus mengenai item atau komponen tertentu, seperti sumber material (source), bahan, bentuk dan deskripsi. Sedangkan pada metode semi significant beberapa digit pertama menjelaskan mengenai komponen tersebut, sementara digit berikutnya berupa angka random (Gaspersz, 2002).

Tipe level Bill of Material diklasifikasikan menjadi dua level yaitu single level BOM dan multi level BOM. Tipe single level BOM adalah menggambarkan hubungan sebuah induk dengan satu level komponen-komponen pembentuknya. Pada multi level BOM menggambarkan struktur produk yang lengkap dari level 0 (produk akhir) sampai level paling bawah. Sedangkan tipe jenis dari Bill of Material ada dua  jenis diantaranya yaitu Explosion dan Implosion. Explosion adalah BOM dengan urutan dimulai dari induk sampai komponen pada level paling bawah. Serta menunjukkan komponen-komponen yang membentuk suatu induk dari level paling atas sampai level terbawah. Implosion adalah BOM yang menunjukan urutan komponen–induk dan untuk mengetahui suatu Part Number menjadi komponen dari induk yang mana saja (kebalikan dari proses Explosion) dan biasa digunakan oleh engineer untuk melihat pengaruh perubahan rancangan komponen terhadap induk-induknya (Gaspersz, 2002).