Line Balancing

LB
Lintasan Produksi

Lintasan produksi dapat diartikan sebagai pengaturan area-area kerja yang mana fasilitas seperti mesin, tools dan operasi-operasi manual diletakkan berdekatan secara berurutan satu sama lainnya di mana material bergerak secara kontinyu dengan kecepatan sama melalui serial operasi yang seimbang sampai seluruh pekerjaan selesai. Persyaratan  yang perlu diperhatikan untuk menunjang kelangsungan lintasan produksi yang baik adalah sebagai berikut (digilib.petra.ac.id).

  1. Jumlah atau vohune produksi hanis dapat menutup biaya set-up lintasan.
  2. Keseimbangan (balance) waktu kerja untuk masing-masing operasi (stasiun kerja).
  3. Kontinuitas aliran dari benda kerjaharus dijamin.

2.3.1      Line Balancing

              Sebuah perusahaan bertipe repetitive manufacturing dengan produksi masal, peranan produksi sangat penting terutama dalam penugasan kerja pada lintasan perakitan (assembly line). Pengaturan dan perencanaan yang tidak tepat mengakibatkan setiap stasiun kerja di lintasan perakitan mempunyai kecepatan produksi yang berbeda. Akibat selanjutnya adalah terjadi penumpukan material di antara stasiun kerja yang tidak berimbang kecepatan produksinya (Purnomo, 1999).

Lini perakitan dapat didefinisikan sebagai sekelompok orang atau mesin yang melakukan tugas-tugas sekuensial dalam merakit suatu produk. Lini perakitan merupakan lini produksi dimana material bergerak secara kontinyu denag rata-rata laju kedatangan material berdistribusi uniform melewati stasiun kerja yang mengerjakan perakitan. Lini perakitan secara garis besar memiliki dua tujuan yang harus dicapai, yaitu (Purnomo, 1999):

  1. Menyeimbangkan stasiun kerja.
  2. Menjaga lini perakitan beroperasi secara kontinyu.

Upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan menyeimbangkan lintasan (line balancing). Keseimbangan lintasan adalah upaya untu meminimumkan ketidakseimbangan di antara mesin-mesin atau personil untuk mendapatkan waktu yang sama di setiap stasiun kerja sesuai dengan kecepatan produksi yang diinginkan. Secara teknis keseimbangan lintasan dengan jalan mendistribusikan setiap elemen kerja ke stasiun kerja dengan acuan waktu sikulus (cycle time) (Purnomo, 1999).

2.3.2      Terminologi Lintasan

Keseimbangan lintasan memiliki beberapa terminologi lintasan. Berikut uraian dari terminologo lintasan (Purnomo, 1999).

  1. Elemen kerja adalah pekerjaan yang harus dilakukan dalam suatu kegiatan perakitan.
  2. Stasiun kerja adalah lokasi-lokasi tempat elemen kerja dikerjakan.
  3. Waktu siklus/cycle time (CT) adalah waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk pada satu stasiun kerja.
  4. Waktu stasiun kerja (WSK) adalah waktu yang dibutuhkan oleh sebuah stasiun kerja untuk mengerjakan semua elemen kerja yang didistribusikan pada stasiun kerja tersebut.
  5. Waktu operasi (ti) adalah waktu standar untuk meyelesaikan suatu operasi.
  6. Delay time/idle time adalah selisih antara CT dengan WSK. Delay time merupakan waktu menganggur yang terjadi setiap stasiun kerja. Besarnya idle time dapat dihitung dengan cara mengurangi waktu yang tersedia dengan waktu yang digunakan.
  7. g.    Balance delay adalah rasio antara waktu idle dalam lini perakitan dengan waktu yang tersedia. Rumus yang digunakan untuk menentukan balance delay lini perakitan adalah sebagai berikut.

Eff =  x 100%

Usaha penyeimbang yang baik adalah usaha yang dapat menurunkan balance delay lini perakitan.

  1. Precedence diagram adalah diagram yang menggambarkan urutan dan keterkaitan antar elemen kerja perakitan sebuah produk. Pendistribusian elemen kerja yang dilakukan untuk setiap stasiun kerja harus memperhatikan precedence diagram.

 

2.3.3.     Metode Penyeimbang Lini Perakitan

Terdapat beberapa metode penyeimbangan lini perakitan. Berikut metode-metode yang digunakan pada lini perakitan (Purnomo, 1999).

  1. Metode Killbridge-Wester Heuristic
  2. Metode Helgeson-Birnie
  3. Metode Moodie Young
  4. Metode Immediate Updater First-Fit Heuristic
  5. Metode Rank and Assign Heuristic

 

2.3.3.1  Metode Killbridge-Wester Heuristic

              Sesuai dengan namanya metode ini dikembangkan oleh Killbridge dan Wester. Langkah-langkah dalam metode ini adalah sebagai berikut (Purnomo, 1999).

  1. Buat precedence diagram dari precedence data yang ada. Berilah tanda daerah-daerah yang memuat elemen-elemen kerja yang tidak saling bergantung.
  2. Tentukan waktu siklus dengan cara mencoba-coba (trial) faktor dari total elemen kerja ynag ada. Tentukan jumlah stasiun kerja yang mungkin terbentuk dengan menggunakan formula di bawah ini.

N =

Dengan :

N  = jumlah stasiun kerja

ti    = waktu elemen kerja ke-i

  1. Distribusikan elemen kerja pada setiap stasiun kerja dengan aturan bahwa total waktu elemen kerja yang terdistribusikan pada sebuah stasiun kerja tidak boleh melebihi waktu siklus yang ditetapkan.
  2. Keluarkan elemen kerja yang telah didistribusikan pada stasiun kerja, dan ulangi langkah c sampai semua elemen kerja yang ada terdistribusikan ke stasiun kerja.

2.3.3.2  Metode Moodie Young

Metode ini terdiri dari 2 fase, fase pertama adalah mengelompokan stasiun kerja. Elemen kerja ditempatkan pada stasiun kerja dengan aturan, bila terdapat dua elemen kerja yang bisa dipilih maka elemen kerja yang mempunyai waktu lebih besar ditempatkan yang pertama. Fase ini juga membuat precedence diagram dalam bentuk matriks P dan F yang menggambarkan elemen kerja pendahulu (P) dan elemen kerja yang mengikuti (F) untuk semua elemen kerja yang ada (Purnomo, 1999).

Fase kedua dilakukan redistribusi elemen kerja ke setiap stasiun kerja hasil dari fase 1. Langkah-langkah yang harus dilakukan pada fase 2 ini adalah sebagai berikut (Purnomo, 1999).

  1. Identifikasi waktu stasiun kerja terbesar dan waktu stasiun kerja terkecil.
  2. Tentukan GOAL, dengan rumus:

GOAL =

  1. Identifikasi sebuah elemen kerja yang terdapat dalam stasiun kerja dengan waktu yang paling maksimum yang mempunyai waktu lebih kecil dari GOAL, yang elemen kerja tersebut apabila dipindah ke satasiun kerja dengan waktu yang paling minimum tidak melanggar precedence diagram.
  2. Pindahkan elemen kerja tersebut.
  3. Ulangi evaluasi sampai tidak ada lagi elemen kerja yang dapat dipindah.

Kriteria-kriteria sebelum mengukur performans dan sesudah dilakukan proses kesieimbangan lintasan adalah sebgai berikut (Purnomo, 1999).

  1. Efisiensi Lini

Efisiensi lini adalah rasio antara waktu yang digunakan dengan waktu yang tersedia. Berkaitan dengan waktu yang tersedia, lini akan mencapai keseimbangan apabila setiap daerah pada lini mempunyai waktu yang sama. Rumus untuk menentukan efisiensi lini perakitan setelah proses keseimbangan lintasan adalah sebagi berikut.

Eff  =  x 100%

       Dengan:

n     = jumlah elemen kerja yang ada

CT  = cycle time

N    = jumlah stasiun kerja yang terbentuk

  1. Indek Penghalusan (Smoothess Index/SI)

Indek pengahlusan adalah suatu indek yang mempunyai kelancaran relatif dari penyeimbang lini perakitan tertentu. Formula yang digunakan untuk menentukan besarnay SI adalah sebagai berikut.

SI =

Dengan:

WSKmax    = waktu terbesar dari stasiun kerja terbentuk

WSKi          = waktu stasiun kerja i yang terbentuk

N              = jumlah stasiun kerja yang terbentuk

2.3.4.     Metode Penyeimbangan Lintasan

Tujuan penyeimbangan lintasan adalah meningkatkan efisiensi tiap stasiun kerja dan menyeimbangkan lintasan sehingga seluruh stasiun kerja dalam lintasan bekerja dengan kecepatan yang sama. Metode-metode yang telah dikembangkan selma ini terbatas hanya pada metode heuristik yang menghasilkan solusi mendekati optimal tetapi tidak menjamin tercapainya solusi optimal. Berikut metode yang digunakan pada penyeimbang lintasan (Kusuma, 1999).

2.3.4.1  Metode Bobot Posisi

Metode heuristik yang paling awal adalah metode bobot posisi. Metode ini diusulkan oleh W.B. Helgesin dan D.P. Birnie. Metode bobot posisi dapat dijelaskan sebagai berikut (Kusuma, 1999).

  1. Hitung kecepatan lintasan yang dinginkan.
  2. Buat matriks keterdahuluan berdsarkan jaringan kerja perakitan.
  3. Hitung bobot posisi tiap operasi yang dihitung berdasarkan jumalah waktu operasi tersebut dan operasi-operasi yang mengikutinya.
  4. Urutkan operasi-operasi mulai dari bobot posisi terbesar sampai dengan bobot posisi terkecil.
  5. Lakukan pembebanan operasi pada stasiun kerja mulai dari operasi dengan bobot posisi terbesar sampai dengan bobot posisi terkecil, dengan kriteria total waktu operasi lebih kecil dari kecepatan lintasan yang ditentukan.
  6. Hitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang terbentuk.
  7. Gunakan prosedur trial and error untukmencari pembebanan yang akan mengahsilkan efisiensi rata-rata lebih besar dari efisiensi rata-rata pada langkah f diatas.
  8. Ulangi langkah f dan g sampai tidak ditemukan lagi stasiun kerja yang memiliki efisiensi rata-rata yang lebih tinggi.

2.3.4.2  Metode Pembebanan Berurut

Kelemahan metode pembebanan posisi diatasi dengan menggunakan metode pembebanan berurut. Metode pembebanan berurut dapat dijelaskan sebagai berikut.

  1. Hitung kecepatan lintasan yang diinginkan (Kusuma, 1999).
  2. Buat matriks operasi pendahulu (=P) dan operasi pengikut (=F) untuk setiap operasi berdasarkan jaringan kerja perakitan.
  3.  Perhatikan baris di matriks kegiatan pendahulu P yang semuanya terdiri dari angka 0 dan bebankan elemen pekerjaan terbesar yang mungkin terjadi jiak ada lebih dari 1 baris yang memiliki seluruh elemen sama dengan nol.
  4. Perhatikan nomor elemen di baris matriks kegiatan ikutan F yang bersesuaian dengan elemen yang ditugaskan.
  5. Lanjutkan penugasan elemen-elemen pekerjaan pada tiap stasiun kerja dengan ketentuan bahwa waktu total operasi tidak melebihi kecepatan lintasan yang ditetapkan.
  6. Hitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang terbentuk.
  7. Gunakan prosedur trial and error untukmencari pembebanan yang akan mengahsilkan efisiensi rata-rata lebih besar dari efisiensi rata-rata pada langkah f diatas.

2.3.4.3  Metode Wilayah

Metode ini dkembangkan oleh Bedwort untuk mengatasi kekurangan metode bobot posisi. Metode ini juga belum mampu menghasilkan solusi optimal, tetapi sudah cukup dan mendekati optimal. Berikut langkah-langkah dasar metode wilayah (Region Approach) adalah sebagai berikut (Kusuma, 1999).

  1. Hitung kecapatan lintasan yang diinginkan.
  2. Bagi jarinagn kerja ke dalam wilayah-wilayah dari kanan ke kiri.
  3. Dalam tiap wilayah, urutkan pekerjaan mulai dari waktu operasi terbesar samapai dengan waktu operasi terkecil.
  4. Bebankan pekerjaan dengan urutan sebagai berikut (perhatikan pula untuk menyesuaikan diri terhadap batas wilayah):
  5. Daerah paling kiri terlebih dahulu.
  6. Antar wilayah, bebankan pekerjaan dengan waktu terbesar pertama kali.
  7. Pada akhir tiap pembebanan satsiun kerja, putuskan apakah utilisasi waktu telah dapat diterima. Jika tidak, periksa seluruh pekerjaan yang memenuhi hubungan keterkaitan dengan operasi yang telah dibebankan.

Tinggalkan komentar