Quality Control

QC

2.1       Pengertian Quality Control

            Pengendalian kualitas adalah aktivitas pengendalian proses untuk mengukur ciri-ciri kualitas produk, membandingkannya dengan spesifikasi atau persyaratan, dan mengambil tindakan penyehatan yang sesuai apabila ada perbedaan antara penampilan yang sebenarnya dan yang standar (Purnomo, 2004). Tujuan dari pengendalian kualitas adalah mengendalikan kualitas produk atau jasa yang dapat memuaskan konsumen. Pengendalian kualitas statistik merupakan suatu alat tangguh yang dapat digunakan mengurangi biaya, menurunkan cacat dan meningkatkan kualitas pada proses manufakturing. Pengendalian kualitas memerlukan pengertian dan perlu dilaksanakan oleh perancang, bagian inspeksi, bagian produksi sampai pendistribusian produk ke konsumen. Pengertian kualitas itu sendiri, yaitu dapat diartikan sebagai derajat atau tingkatan di mana produk atau jasa tersebut mampu memuaskan keinginan dari konsumen (Purnomo, 2004).

Menurut Reza Nasrullah (1996), pengendalian kualitas merupakan suatu kegiatan untuk memastikan apakah kebijakan dalam hal mutu atau ukuran seberapa dekat sebuah barang atau jasa memiliki kesesuaian dengan standar-standar yang dicantumkan yang dapat tercermin dalam hasil akhir atau pengendalian kualitas dapat dikatakan juga sebagai usaha untuk mempertahankan mutu dan kualitas dari barang yang dihasilkan agar sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan berdasarkan kebijakan-kebijakan perusahaan. Aktivitas pengendalian kualitas pada umumnya meliputi kegiatan-kegiatan seperti berikut ini (Purnomo, 2004):

  1. Pengamatan terhadap performansi produk atau proses.
  2. Membandingkan performansi yang ditampilkan dengan standar yang berlaku.
  3. Mengambil tindakan-tindakan bila terdapat penyimpangan-penyimpangan yang cukup signifikan, dan jika perlu dibuat tindakan-tindakan untuk mengoreksinya.

Suatu perusahaan bila dengan efektif menggunakan kualitas sebagai strategi bisnisnya akan mendapatkan kenaikan keuntungan dari strategi tersebut. Konsumen akan memutuskan untuk membeli suatu produk dari perusahaan tertentu yang lebih berkualitas daripada saingan-saingannya sehingga kualitas menjadi faktor dasar keputusan konsumen untuk mendapatkan suatu produk. Alasan-alasan mendasar pentingnya kualitas sebagai strategi bisnis adalah sebagai berikut (Purnomo, 2004):

  1. Meningkatnya kesadaran konsumen akan kualitas dan orientasi konsumen yang kuat akan penampilan kualitas.
  2. Kemampuan produk.
  3. Peningkatan tekanan biaya pada tenaga kerja, energi dan bahan baku.
  4. Persaingan yang semakin intensif.
  5. Kemajuan yang luar biasa dalam produktivitas melalui program keteknikan kualitas yang efektif.

2.2       Dimensi-dimensi Kualitas Produk

Kualitas biasanya tidak hanya ditentukan oleh satu atribut atau dimensi tunggal, tetapi kualitas memiliki dimensi yang banyak sehingga sulit untuk  mendefinisikan. David Gorvin, Profesor administrasi bisnis pada Havard University menyarankan subyek kualitas yang diterapkan pada produk dan mengidentifikasi delapan dimensi yang berbeda, yaitu (Reza Nasrullah, 1996):

  1. Untuk kerja (kinerja, performansi, prestasi) dari fungsi mengenai seberapa baik suatu produk melakukan apa yang memang harus dilakukan oleh produk tersebut.
  2. Sifat-sifat khusus dan menarik minat (features) yang menjadikan suatu produk unik dibandingkan dengan produk sejenis dari produsen lain.
  3. Keandalan (realibility), yaitu kemampuan produk untuk bertahan atau tidak mogok dalam masa kerjanya.
  4. Kecocokan atau kesesuaian (conformance) dengan standar industri, misalnya standar gas buang pada kendaraan bermotor tidak boleh melebihi sekian persen kandungan tembaga.
  5. Daya tahan produk (durability) terhadap waktu, tidak mudah rusak ukuran umur produk dan teknologi modern mempengaruhinya.
  6. Kemudahan diperbaiki jika terjadi kerusakan (serviceability). Produk yang digunakan untuk jangka waktu yang lama memungkinkan harus diperbaiki atau dipelihara, sehingga dibutuhkan ketersediaan suku cadang, tenaga ahli ataupun mekanisme kerja produk itu sendiri yang cukup sederhana sehingga tidak sulit untuk diperbaiki.
  7. Keindahan penampilan (aesthetic). Gorvin menyadari keindahan (Aesthetics) suatu produk memungkinkan pelanggan termotivasi oleh kualitas produk.
  8. Persepsi konsumen dimensi ini tidak didasarkan pada produk itu sendiri tetapi pada citra dan reputasinya.

Davin Garin menyadari bahwa suatu produk biasanya tidak unggul dalam semua dimensi, sebaliknya produsen memilih kombinasi yang membuat produk memiliki suatu keunggulan kompetitif. Tapi jika kedelapan dimensi itu ada dalam pikiran seluruh jajaran organisasi perusahaan, maka manajemen kualitas akan lebih mudah dilaksanakan.

2.3       Tujuan Pengendalian Kualitas

Pengendalian kualitas memiliki beberapa tujuan. Adapun tujuan-tujuan dari pengendalian kualitas adalah sebagai berikut (Purnomo, 2004):

  1. Pengendalian kualitas terhadap suatu bahan atau produk sehingga bahan atau produk tersedia memenuhi spesifikasi.
  2. Agar dapat memberikan kepuasan kepada konsumen.
  3. Mengetahui apakah segala sesuatu berjalan dengan rencana melalui instruksi-instruksi serta prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.
  4. Mengetahui apakah kelemahan dan kesulitan serta menjaga jangan sampai terjadi kesalahn lagi.
  5. Mengetahui apakah segala sesuatunya berjalan dengan efisien dan apakah mungkin dapat diadakan perbaikan.

2.4       Anjuran Deming

Dr. W Edwards Deming, seorang profesor statistik di New York University tahun 1940-an adalah salah satu pakar manajemen kualitas Amerika Serikat yang terkenal karena 14 pokok-pokok manajemen mutu yang dipercayai sebagai kunci mencapai kualitas. Adapun anjuran-anjuran dari Dr. Deming adalah sebagai berikut (Reza Nasrullah, 1996):

  1. Menciptakan stabilitas motivasi untuk selalu memperbaiki produk dan jasa dengan niat tetap mempunyai daya saing, usaha lestari dan memberikan lapangan pekerjaan.
  2. Adopsi filosofi baru, dimana hidup pada zaman ekonomi baru yang tidak bisa lagi menerima gaya manajemen Amerika yang mengesahkan tingkat tertentu dari penundaan, kesalahan dan cacat produk.
  3. Menghilangkan ketergantungan pada pemeriksaan produk untuk mencapai produk bermutu.
  4. Meminimalkan ongkos total, akhiri kebiasaan menghargai bisnis atas dasar potongan harga.
  5. Memperbaiki sistem produksi dan pelayanan, agar mutu dan produktivitas terus diperbaiki, dan demikian diupayakan tanpa henti penurunan ongkos.
  6. Melembagakan pelatihan pada saat bekerja.
  7. Melembagakan pengawasan.
  8. Membersihkan rasa takut, sehingga setiap orang bekerja dengan efektif untuk perusahaan.
  9. Menghapus penghalang antar departemen.
  10. Menghilangkan slogan-slogan dan target-target yang harus dicapai para pekerja, jika tidak dilengkapi dengan cara-cara mencapainya.
  11. Menghilangkan standard kerja yang menyarankan angka target.
  12. Hapus penghalang antara pekerja tidak tetap dengan hak-haknya untuk bangga dengan kemampuan kerjanya.
  13. Melembagakan program ketat pendidikan dan pelatihan.
  14. Meletakkan setiap orang di setiap perusahaan untuk bekerja melaksanakan pengubahan bahan baku menjadi barang jadi, dengan menanamkan bahwa pekerjaan ini adalah tanggung jawab setiap personil perusahaan.

2.5.      Jenis-jenis Piranti Data untuk Perbaikan Kualitas

Jenis-jenis piranti data untuk perbaikan kualitas terdiri dari dua data, yaitu piranti data verbal dan piranti data numerik. Setiap penjelasan mengenai piranti data verbal dan piranti data numerik akan dijelaskan pada sub-bagian di bawah ini.

2.5.1    Piranti Data Verbal untuk Perbaikan Kualitas

Jenis piranti data verbal untuk perbaikan kualitas terbagi menjadi menjadi enam. Adapun keenam jenis piranti data verbal tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Diagram Alur (Flow Chart)

Diagram alur adalah gambaran skematik diagram yang menunjukkan seluruh langkah dalam suatu proses dan menunjukkan bagaimana langkah itu saling mengadakan interaksi satu sama lain.

2.    Diagram Sebab-Akibat (Cause and Effect Diagram)

Diagram sebab-akibat merupakan suatu pendekatan terstruktur yang memungkinkan dilakukan suatu analisis lebih terperinci dalam menemukan penyebab-penyebab suatu masalah, ketidaksesuaian dan kesenjangan yang ada.

3.    Kertas Periksa (Check Sheet)

Kertas periksa merupakan piranti yang digunakan untuk menghitung seberapa sering sesuatu terjadi dan digunakan dalam pengumpulan dan pencatatan data.

4.    Diagram Pencar (Scatter Diagram)

Diagram pencar merupakan diagram yang menunjukkan kemungkinan hubungan antara pasangan dua macam variabel dan menunjukkan keeratan hubungan antara dua variabel tersebut yang sering diwujudkan sebagai koefisien korelasi.

5.    Diagram Perjalanan (Run Chart)

Diagram perjalanan adalah grafik yang menunjukkan variasi ukuran sepanjang waktu, kecenderungan, daur dan pola-pola lain dalam suatu proses.

6.    Control Chart

Control Chart merupakan grafik yang menyerupai run chart yang digunakan untuk menentukan apakah suatu proses berada dalam keadaan in control atau out control.

2.5.2    Piranti Data Numerik untuk Perbaikan Kualitas

Jenis piranti data numerik untuk perbaikan kualitas terbagi menjadi menjadi empat. Adapun keempat jenis piranti data numerik tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Pareto Chart

Pareto chart adalah alat yang digunakan untuk membandingkan berbagai kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya untuk menentukan pentingnya kategori kejadian-kejadian atau sebab-sebab yang akan dianalisis.

  1. Histogram

Histogram adalah alat yang digunakan untuk menunjukkan variasi data pengukuran dan variasi data proses.

  1. Brainstorming

Brainstorming merupakan cara untuk memacu pemikiran kreatif guna mengumpulkan ide-ide dari suatu kelompok dalam waktu yang relative singkat.

  1. Diagram Gabungan (Alternative Diagram)

Diagram gabungan adalah diagram yang digunakan untuk menyaring data yang berjumlah besar dan menciptakan pola pikir baru.

2.6.      Peta Kontrol

Peta kontrol merupakan alat untuk mengawasi kualitas dengan mudah sehingga mudah untuk menentukan keputusan apa yang harus diambil jika terjadi produk yang menyimpang (Purnomo, 2004). Peta kontrol merupakan peta yang dijadikan pedoman dalam pengendalian kualitas yang dikemukakan oleh Dr. Shewhart untuk mengetahui apakah sampel hasil observasi termasuk daerah yang diterima atau accepted area maupun daerah yang ditolak atau rejected area (Prawirosentono, 2001). Secara umum dapat dikatakan bahwa peta kontrol dapat digunakan untuk mengetahui informasi berikut (Prawirosentono, 2001):

  1. Kemampuan proses produksi, artinya apakah mesin-mesin masih berjalan baik sesuai rencana atau tidak.
  2. Pengendalian mutu dari produk akhir, agar mutu produk akhir tetap baik sesuai dengan standar.
  3. Membatasi toleransi penyimpangan (variasi) produk yang masih dapat diterima akibat kelemahan tenaga kerja, mesin, dan lain-lain.

Ada dua macam peta kontrol, yaitu peta kontrol untuk variabel dan peta kontrol untuk atribut. Setiap penjelasan mengenai kedua jenis peta kontrol tersebut akan dijelaskan pada sub-bagian di bawah ini.

 

2.6.1    Peta Kontrol Variabel

Data yang diperlukan harus dapat terukur dan karekteristik kualitas ditentukan oleh besar kecilnya penyimpangan terhadap unit ukuran yang distandarkan. Pengendalian kualitas variabel adalah suatu besaran yang dapat diukur, misalnya panjang, berat, umur, komponen, dan sebagainya. Grafik ini menggunakan dua karakteristik pengukuran, yaituu mengukur variabilias dari proses (grafik R) dan mengukur ketelitian dari proses (grafik X). Grafik X menggambarkan variasi harga rata-rata dari sejumlah data yang diambil dari proses kerja. Sedangkan grafik R menggambarkan variasi dari range sampel. Langkah-langkah pembuatan grafik pengendalian X dan R adalah sebagai berikut (Purnomo, 2004).

  1. Menentukan karakteristik proses yang akan diukur.
    1. Melakukan dan mencatat hasil pengukuran.
    2. menghitung nilai X dan R.
    3. menentukan batas pengendali.

Untuk mencari nilai X rata-rata digunakan rumus:

  =

Dimana:               = total x rata-rata dari tiap observasi

n     = bayaknya observasi

Untuk mencari nilai R rata-rata digunakan rumus:

   =

Dimana :             = total R rata-rata dari tiap observasi

n          = banyaknya observasi

BKA   =           + A2 .

BKB    =           – A2 .

Sedangkan untuk mencari batas bawah dan batas atas pada peta X digunakan rumus :

Dan pada peta R menggunakan rumus:

BKA   =          D4 .

BKA   =          D3 .

Nilai D3,D4, A2, didapat dari tabel. Untuk ukuran sampel lebih kecil atau sama dengan enam, D3 bernilai nol. Dengan demikian, batas kontrol bawah R sama dengan nol.

Line Balancing

LB
Lintasan Produksi

Lintasan produksi dapat diartikan sebagai pengaturan area-area kerja yang mana fasilitas seperti mesin, tools dan operasi-operasi manual diletakkan berdekatan secara berurutan satu sama lainnya di mana material bergerak secara kontinyu dengan kecepatan sama melalui serial operasi yang seimbang sampai seluruh pekerjaan selesai. Persyaratan  yang perlu diperhatikan untuk menunjang kelangsungan lintasan produksi yang baik adalah sebagai berikut (digilib.petra.ac.id).

  1. Jumlah atau vohune produksi hanis dapat menutup biaya set-up lintasan.
  2. Keseimbangan (balance) waktu kerja untuk masing-masing operasi (stasiun kerja).
  3. Kontinuitas aliran dari benda kerjaharus dijamin.

2.3.1      Line Balancing

              Sebuah perusahaan bertipe repetitive manufacturing dengan produksi masal, peranan produksi sangat penting terutama dalam penugasan kerja pada lintasan perakitan (assembly line). Pengaturan dan perencanaan yang tidak tepat mengakibatkan setiap stasiun kerja di lintasan perakitan mempunyai kecepatan produksi yang berbeda. Akibat selanjutnya adalah terjadi penumpukan material di antara stasiun kerja yang tidak berimbang kecepatan produksinya (Purnomo, 1999).

Lini perakitan dapat didefinisikan sebagai sekelompok orang atau mesin yang melakukan tugas-tugas sekuensial dalam merakit suatu produk. Lini perakitan merupakan lini produksi dimana material bergerak secara kontinyu denag rata-rata laju kedatangan material berdistribusi uniform melewati stasiun kerja yang mengerjakan perakitan. Lini perakitan secara garis besar memiliki dua tujuan yang harus dicapai, yaitu (Purnomo, 1999):

  1. Menyeimbangkan stasiun kerja.
  2. Menjaga lini perakitan beroperasi secara kontinyu.

Upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan menyeimbangkan lintasan (line balancing). Keseimbangan lintasan adalah upaya untu meminimumkan ketidakseimbangan di antara mesin-mesin atau personil untuk mendapatkan waktu yang sama di setiap stasiun kerja sesuai dengan kecepatan produksi yang diinginkan. Secara teknis keseimbangan lintasan dengan jalan mendistribusikan setiap elemen kerja ke stasiun kerja dengan acuan waktu sikulus (cycle time) (Purnomo, 1999).

2.3.2      Terminologi Lintasan

Keseimbangan lintasan memiliki beberapa terminologi lintasan. Berikut uraian dari terminologo lintasan (Purnomo, 1999).

  1. Elemen kerja adalah pekerjaan yang harus dilakukan dalam suatu kegiatan perakitan.
  2. Stasiun kerja adalah lokasi-lokasi tempat elemen kerja dikerjakan.
  3. Waktu siklus/cycle time (CT) adalah waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk pada satu stasiun kerja.
  4. Waktu stasiun kerja (WSK) adalah waktu yang dibutuhkan oleh sebuah stasiun kerja untuk mengerjakan semua elemen kerja yang didistribusikan pada stasiun kerja tersebut.
  5. Waktu operasi (ti) adalah waktu standar untuk meyelesaikan suatu operasi.
  6. Delay time/idle time adalah selisih antara CT dengan WSK. Delay time merupakan waktu menganggur yang terjadi setiap stasiun kerja. Besarnya idle time dapat dihitung dengan cara mengurangi waktu yang tersedia dengan waktu yang digunakan.
  7. g.    Balance delay adalah rasio antara waktu idle dalam lini perakitan dengan waktu yang tersedia. Rumus yang digunakan untuk menentukan balance delay lini perakitan adalah sebagai berikut.

Eff =  x 100%

Usaha penyeimbang yang baik adalah usaha yang dapat menurunkan balance delay lini perakitan.

  1. Precedence diagram adalah diagram yang menggambarkan urutan dan keterkaitan antar elemen kerja perakitan sebuah produk. Pendistribusian elemen kerja yang dilakukan untuk setiap stasiun kerja harus memperhatikan precedence diagram.

 

2.3.3.     Metode Penyeimbang Lini Perakitan

Terdapat beberapa metode penyeimbangan lini perakitan. Berikut metode-metode yang digunakan pada lini perakitan (Purnomo, 1999).

  1. Metode Killbridge-Wester Heuristic
  2. Metode Helgeson-Birnie
  3. Metode Moodie Young
  4. Metode Immediate Updater First-Fit Heuristic
  5. Metode Rank and Assign Heuristic

 

2.3.3.1  Metode Killbridge-Wester Heuristic

              Sesuai dengan namanya metode ini dikembangkan oleh Killbridge dan Wester. Langkah-langkah dalam metode ini adalah sebagai berikut (Purnomo, 1999).

  1. Buat precedence diagram dari precedence data yang ada. Berilah tanda daerah-daerah yang memuat elemen-elemen kerja yang tidak saling bergantung.
  2. Tentukan waktu siklus dengan cara mencoba-coba (trial) faktor dari total elemen kerja ynag ada. Tentukan jumlah stasiun kerja yang mungkin terbentuk dengan menggunakan formula di bawah ini.

N =

Dengan :

N  = jumlah stasiun kerja

ti    = waktu elemen kerja ke-i

  1. Distribusikan elemen kerja pada setiap stasiun kerja dengan aturan bahwa total waktu elemen kerja yang terdistribusikan pada sebuah stasiun kerja tidak boleh melebihi waktu siklus yang ditetapkan.
  2. Keluarkan elemen kerja yang telah didistribusikan pada stasiun kerja, dan ulangi langkah c sampai semua elemen kerja yang ada terdistribusikan ke stasiun kerja.

2.3.3.2  Metode Moodie Young

Metode ini terdiri dari 2 fase, fase pertama adalah mengelompokan stasiun kerja. Elemen kerja ditempatkan pada stasiun kerja dengan aturan, bila terdapat dua elemen kerja yang bisa dipilih maka elemen kerja yang mempunyai waktu lebih besar ditempatkan yang pertama. Fase ini juga membuat precedence diagram dalam bentuk matriks P dan F yang menggambarkan elemen kerja pendahulu (P) dan elemen kerja yang mengikuti (F) untuk semua elemen kerja yang ada (Purnomo, 1999).

Fase kedua dilakukan redistribusi elemen kerja ke setiap stasiun kerja hasil dari fase 1. Langkah-langkah yang harus dilakukan pada fase 2 ini adalah sebagai berikut (Purnomo, 1999).

  1. Identifikasi waktu stasiun kerja terbesar dan waktu stasiun kerja terkecil.
  2. Tentukan GOAL, dengan rumus:

GOAL =

  1. Identifikasi sebuah elemen kerja yang terdapat dalam stasiun kerja dengan waktu yang paling maksimum yang mempunyai waktu lebih kecil dari GOAL, yang elemen kerja tersebut apabila dipindah ke satasiun kerja dengan waktu yang paling minimum tidak melanggar precedence diagram.
  2. Pindahkan elemen kerja tersebut.
  3. Ulangi evaluasi sampai tidak ada lagi elemen kerja yang dapat dipindah.

Kriteria-kriteria sebelum mengukur performans dan sesudah dilakukan proses kesieimbangan lintasan adalah sebgai berikut (Purnomo, 1999).

  1. Efisiensi Lini

Efisiensi lini adalah rasio antara waktu yang digunakan dengan waktu yang tersedia. Berkaitan dengan waktu yang tersedia, lini akan mencapai keseimbangan apabila setiap daerah pada lini mempunyai waktu yang sama. Rumus untuk menentukan efisiensi lini perakitan setelah proses keseimbangan lintasan adalah sebagi berikut.

Eff  =  x 100%

       Dengan:

n     = jumlah elemen kerja yang ada

CT  = cycle time

N    = jumlah stasiun kerja yang terbentuk

  1. Indek Penghalusan (Smoothess Index/SI)

Indek pengahlusan adalah suatu indek yang mempunyai kelancaran relatif dari penyeimbang lini perakitan tertentu. Formula yang digunakan untuk menentukan besarnay SI adalah sebagai berikut.

SI =

Dengan:

WSKmax    = waktu terbesar dari stasiun kerja terbentuk

WSKi          = waktu stasiun kerja i yang terbentuk

N              = jumlah stasiun kerja yang terbentuk

2.3.4.     Metode Penyeimbangan Lintasan

Tujuan penyeimbangan lintasan adalah meningkatkan efisiensi tiap stasiun kerja dan menyeimbangkan lintasan sehingga seluruh stasiun kerja dalam lintasan bekerja dengan kecepatan yang sama. Metode-metode yang telah dikembangkan selma ini terbatas hanya pada metode heuristik yang menghasilkan solusi mendekati optimal tetapi tidak menjamin tercapainya solusi optimal. Berikut metode yang digunakan pada penyeimbang lintasan (Kusuma, 1999).

2.3.4.1  Metode Bobot Posisi

Metode heuristik yang paling awal adalah metode bobot posisi. Metode ini diusulkan oleh W.B. Helgesin dan D.P. Birnie. Metode bobot posisi dapat dijelaskan sebagai berikut (Kusuma, 1999).

  1. Hitung kecepatan lintasan yang dinginkan.
  2. Buat matriks keterdahuluan berdsarkan jaringan kerja perakitan.
  3. Hitung bobot posisi tiap operasi yang dihitung berdasarkan jumalah waktu operasi tersebut dan operasi-operasi yang mengikutinya.
  4. Urutkan operasi-operasi mulai dari bobot posisi terbesar sampai dengan bobot posisi terkecil.
  5. Lakukan pembebanan operasi pada stasiun kerja mulai dari operasi dengan bobot posisi terbesar sampai dengan bobot posisi terkecil, dengan kriteria total waktu operasi lebih kecil dari kecepatan lintasan yang ditentukan.
  6. Hitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang terbentuk.
  7. Gunakan prosedur trial and error untukmencari pembebanan yang akan mengahsilkan efisiensi rata-rata lebih besar dari efisiensi rata-rata pada langkah f diatas.
  8. Ulangi langkah f dan g sampai tidak ditemukan lagi stasiun kerja yang memiliki efisiensi rata-rata yang lebih tinggi.

2.3.4.2  Metode Pembebanan Berurut

Kelemahan metode pembebanan posisi diatasi dengan menggunakan metode pembebanan berurut. Metode pembebanan berurut dapat dijelaskan sebagai berikut.

  1. Hitung kecepatan lintasan yang diinginkan (Kusuma, 1999).
  2. Buat matriks operasi pendahulu (=P) dan operasi pengikut (=F) untuk setiap operasi berdasarkan jaringan kerja perakitan.
  3.  Perhatikan baris di matriks kegiatan pendahulu P yang semuanya terdiri dari angka 0 dan bebankan elemen pekerjaan terbesar yang mungkin terjadi jiak ada lebih dari 1 baris yang memiliki seluruh elemen sama dengan nol.
  4. Perhatikan nomor elemen di baris matriks kegiatan ikutan F yang bersesuaian dengan elemen yang ditugaskan.
  5. Lanjutkan penugasan elemen-elemen pekerjaan pada tiap stasiun kerja dengan ketentuan bahwa waktu total operasi tidak melebihi kecepatan lintasan yang ditetapkan.
  6. Hitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang terbentuk.
  7. Gunakan prosedur trial and error untukmencari pembebanan yang akan mengahsilkan efisiensi rata-rata lebih besar dari efisiensi rata-rata pada langkah f diatas.

2.3.4.3  Metode Wilayah

Metode ini dkembangkan oleh Bedwort untuk mengatasi kekurangan metode bobot posisi. Metode ini juga belum mampu menghasilkan solusi optimal, tetapi sudah cukup dan mendekati optimal. Berikut langkah-langkah dasar metode wilayah (Region Approach) adalah sebagai berikut (Kusuma, 1999).

  1. Hitung kecapatan lintasan yang diinginkan.
  2. Bagi jarinagn kerja ke dalam wilayah-wilayah dari kanan ke kiri.
  3. Dalam tiap wilayah, urutkan pekerjaan mulai dari waktu operasi terbesar samapai dengan waktu operasi terkecil.
  4. Bebankan pekerjaan dengan urutan sebagai berikut (perhatikan pula untuk menyesuaikan diri terhadap batas wilayah):
  5. Daerah paling kiri terlebih dahulu.
  6. Antar wilayah, bebankan pekerjaan dengan waktu terbesar pertama kali.
  7. Pada akhir tiap pembebanan satsiun kerja, putuskan apakah utilisasi waktu telah dapat diterima. Jika tidak, periksa seluruh pekerjaan yang memenuhi hubungan keterkaitan dengan operasi yang telah dibebankan.

Linear Programming

LP

Pemrograman Linier

Seorang Matematikawan RusiaL.V. Kantorovich pada 1939 berhasil menemukan pemecaham masalah yang berkaitan dengan program linear. Pada waktu itu Kantorovich bekerja untuk Kantor Pemerintah Uni Soviet. Ia diberitugas untuk mengoptimalkan produksi pada sebuah industri. Ia kemudian muncul dengan teknik matematis yang sekarang disebut sebagai pemrograman linier. Matematikawan Amerika, George B. Dantzig secara independen juga mengembangkan pemecahan masalah tersebut, di mana hasil karyanya padamasalah tersebut pertama kali dipublikasikan pada tahun 1947, selanjutnya sebuah teknik yang lebih cepat tetapi lebih rumit yang cocok untuk memecahkan masalah program linear dengan ratusan atau bahkan ribuan variabel dikembangkan oleh matematikawan Bell Laboratories, Naranda Karmarkar pada tahun 1983. Program linear sangat penting khususnya dalam perencanaan militer dan dunia industri (http://www.scribd.com, 2011).

 

Pemrograman Linier disingkat PL merupakan metode matematik dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk mencapai suatu tujuan seperti memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan biaya. PL banyak diterapkan dalam masalah ekonomi, industri, militer, social dan lain-lain. PL berkaitan dengan penjelasan suatu kasus dalam dunia nyata sebagai suatu model matematik yang terdiri dari sebuah fungsi tujuan linier dengan beberapa kendala linier. Pengembangan pemrograman linier (PL) merupakan kemajuan ilmiah yang paling penting. Dampak penggunaan pemrograman linier sangat luar biasa sejak tahun 1950-an. Pemrograman linier menjadi alat standar yang menghemat banyak unag dari kebanyakan perusahaan atau bisnis bahkan untuk ukuran perusahaan sedang (Siringoringo, 2005).

Tahapan dalam penyelesaian optimasi dari pemrograman linier ini adalah sebagai berikut (Siringoringo, 2005):

  1. Menentukan decision of variables
  2. Membuat objective function
  3. Memformulasikan constraints
  4. Menggambarkan dalam bentuk grafik
  5. Menentukan daerah kemungkinan/ “feasible”
  6. Menentukan solusi optimum.

Dua jenis pendekatan yang sering digunakan dalam metode pemrograman linier ini, yaitu (id.wikipedia.org, 2011):

  1. Metode grafik digunakan untuk menyelesaikan optimasi dengan maksimum 2 variabel dan dapat digunakan untuk variabel lebih dari 2.
  2. Metode Simplex digunakan untuk proses dengan jumlah variabel lebih dari 2 dan tahapan dalam metode simplex ini lebih kompleks dibandingakan dengan metode grafik.

 

2.2.1        Karakteristik Pemrograman Linier

Sifat linearitas suatu kasus dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa cara. Secara statistik, kita dapat memeriksa kelinearan menggunakan grafik (diagram pencar) ataupun menggunakan uji hipotesa. Secara teknis, linearitas ditunjukkan oleh adanya sifat proporsionalitas, additivitas, divisibilitas dan kepastian  fungsi tujuan dan pembatas. Sifat proporsional dipenuhi jika kontribusi setiap variabel pada fungsi tujuan atau penggunaan sumber daya yang membatasi proporsional terhadap level nilai variabel. Jika harga per unit produk misalnya adalah sama berapapun jumlah yang dibeli, maka sifat proporsional dipenuhi. Atau dengan kata lain, jika pembelian dalam jumlah besar mendapatkan diskon, maka sifat proporsional tidak dipenuhi. Jika penggunaan sumber daya per unitnya tergantung dari jumlah yang diproduksi, maka sifat proporsionalitas tidak dipenuhi.

Sifat additivitas mengasumsikan bahwa tidak ada bentuk perkalian silang diantara berbagai aktivitas, sehingga tidak akan ditemukan bentuk perkalian silang pada model. Sifat additivitas berlaku baik bagi fungsi tujuan maupun pembatas (kendala). Sifat additivitas dipenuhi jika fungsi tujuan merupakan penambahan langsung kontribusi masing-masing variabel keputusan. Untuk fungsi kendala, sifat additivitas dipenuhi jika nilai kanan merupakan total penggunaaan masing-masing variabel keputusan. Jika dua variabel keputusan misalnya merepresentasikan dua produk substitusi, dimana peningkatan volume penjualan salah satu produk akan mengurangi volume penjualan produk lainnya dalam pasar yang sama, maka sifat additivitas tidak terpenuhi.

Sifat divisibilitas berarti unit aktivitas dapat dibagi ke dalam sembarang level fraksional, sehingga nilai variabel keputusan non integer dimungkinkan. Sifat kepastian menunjukkan bahwa semua parameter model berupa konstanta. Artinya koefisien fungsi tujuan maupun fungsi pembatas merupakan suatu nilai pasti, bukan merupakan nilai dengan peluang tertentu.

Keempat asumsi (sifat) ini dalam dunia nyata tidak selalu dapat dipenuhi. Untuk meyakinkan dipenuhinya keempat asumsi ini, dalam pemrograman linier diperlukan analisis sensitivitas terhadap solusi optimal yang diperoleh (Siringoringo, 2005).

 

2.2.2        Persyaratan-Persyaratan Dasar Pemrograman Linier 

Secara matematik, pengertian pemrograman linier adalah menentukan harga-harga ekstrim dari fungsi-fungsi linier, bila variabel-variabelnya harus memenuhi satu atau lebih kendala-kendala tambahan dalam bentuk persamaan atau ketidaksamaan. Berikut persyaratan-persyaratan dasar dari suatu masalah pemrograman linier adalah (www.elearning.gunadarma.ac.id, 2011):

a. Sumber-sumbemya harus dalam persediaan yang terbatas.

b. Fungsi tujuannya harus jelas dan tepat.

c. Fungsi tujuan dan kendalanya harus dinyatakan secara matematik.

d. Variabel-variabel harus berhubungan satu sama lain

 

2.2.3        Konsep Dasar Program Linear

Program linear (linear programming) merupakan model optimasi persamaan linear yang berkenaan dengan masalah-masalah pertidaksamaan linear. Masalah program linear berarti masalah nilai optimum (maksium atau minimum) sebuah fungsi linear pada suatu sistem pertidaksamaan linear yang harus memenuhi optimasi fungsi objektif. Wring dalam banyak situasi dijumpai masalah-masalah yang berhubungan dengan program linear agar masalah optimasinya dapat diselesaikan dengan program linear, maka masalah tersebut harus diterjemahkan dalam bentuk model matematika (www.scribd.com, 2011).

 

CPM and PERT

Cpm
CPM dan PERT

CPM dan PERT adalah suatu alat manajemen proyek yang digunakan untuk melakukan penjadwalan, mengatur dan mengkoordinasi bagian-bagian pekerjaan yang ada didalam suatu proyek tersebut. PERT yang memiliki kepanjangan Program Evalution Review Technique, sedangkan CPM merupakan kepanjangan dari Critical Path Method  (syukronali.files.wordpress.com). Berikut langkah dasar yang dilakukan oleh PERT dan CPM, yaitu (Prasetya, 2009):

  1. Mendefinisikan proyek dan menyiapkan struktur pecahan kerja.
  2. Membangun hubungan antara kegiatan. Memutuskan kegiatan mana yang harus lebih dahulu dan mana yang harus mengikuti yang lain.
  3. Menggambarkan jaringan yang menghubungkan keseluruhan kegiatan.
  4. Menetapkan perkiraan waktu dan biaya untuk tiap kegiatan.
  5. Menghitung jalur waktu terpanjang melalui jaringan, yang disebut dengan jalur kritis.
  6. Menggunakan jaringan untuk membantu perencanaan, penjadwalan dan pengendalian proyek.

2.1.4.1  CPM (Critical Path Method)

              Critis Path Method (CPM) adalah pemodelan proyek teknik dikembangkan pada akhir 1950-an oleh Morgan R. Walker dari DuPont dan James E. Kelley, Jr dari Remington Rand . Kelley dan Walker terkait kenangan mereka terhadap pengembangan CPM pada tahun 1989.  Kelley disebabkan istilah “kritis” path ke pengembang dari Evaluasi Program dan Review Teknik yang dikembangkan pada waktu yang sama dengan Booz Allen Hamilton dan Angkatan Laut Amerika Serikat.

The prekursor dari apa yang kemudian dikenal sebagai jalur kritis dikembangkan dan dipraktekkan oleh DuPont antara tahun 1940 dan 1943 dan memberikan kontribusi bagi keberhasilan proyek Manhattan. CPM umumnya digunakan dengan segala bentuk proyek, termasuk konstruksi, aerospace dan pertahanan, pengembangan perangkat lunak, proyek penelitian, pengembangan produk, rekayasa, dan pemeliharaan tanaman, antara lain. Setiap proyek dengan kegiatan saling tergantung dapat menerapkan metode analisis matematis, meskipun program CPM asli dan pendekatan tidak lagi digunakan, istilah ini umumnya berlaku untuk setiap pendekatan yang digunakan untuk menganalisis proyek jaringan diagram logika (en.wikipedia.org, 2011).

 

2.1.4.2  PERT (Proyek Evaluasi dan Review Teknik)

Proyek Evaluasi dan Review Teknik, biasa disingkat PERT adalah sebuah model untuk manajemen proyek yang dirancang untuk menganalisa dan mewakili dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan proyek . Hal ini biasanya digunakan dalam hubungannya dengan metode jalur kritis. PERT dikembangkan terutama untuk menyederhanakan perencanaan dan penjadwalan proyek besar dan kompleks. PERT dikembangkan untuk US Navy Khusus Kantor Proyek pada tahun 1957 untuk mendukung Angkatan Laut AS nuklir proyek kapal selam Polaris.

PERT mampu menggabungkan ketidakpastian dengan memungkinkan untuk menjadwalkan proyek sementara tidak tahu persis rincian dan durasi semua kegiatan. Hal ini lebih dari sebuah teknik acara berorientasi daripada mulai dan selesai berorientasi, dan digunakan lebih dalam proyek-proyek di mana waktu, bukan biaya, adalah faktor utama. Model proyek adalah yang pertama dari jenisnya kebangkitan untuk manajemen ilmiah didirikan oleh Frederick Taylor ( Taylorisme ) dan kemudian disempurnakan oleh Henry Ford ( Fordisme ). Korporasi DuPont metode jalur kritis ditemukan di sekitar waktu yang sama seperti PERT (en.wikipedia.org, 2011).

Metodologi dan komponen-komponen PERT mempunyai pengertian-pengertian standar yang dapat diuraikan sebagai berikut (Handoko, 1984):

  1. Kegiatan (activity)

Bagian dari keseluruhan pekerjaan yang dilaksanakan, kegiatan mengkonsumsi waktu dan sumber daya serta mempunyai waktu mulai dan waktu berakhirnya.

  1. Peristiwa (event)

Menandai permulaan dan akhir suatu kegiatan. Biasanya peristiwa diganbarkan suatu lingkaran atau “nodes” dan juga diberi nomor dengan nomor-nomor lebih kecil dari peristiwa-peristiwa yang mendahuluinya. Dalam jaringan PERT, setiap kegiatan menghubungkan dua peristiwa.

  1. Waktu kegiatan (activity time)

PERT menggunakan tiga estimasi waktu penyelesaian suatu kegiatan. Estimasi ini diperolh dari orang-orang yang mempunyai kemampuan tentang pekerjaan yang akan dilaksanakan dan berapa lama waktu pengerjaannya, ketiga estimasi waktu tersebut adalah:

  1. Waktu optimistik (a) merupakan waktu kegiatan bila semuanya berjalan baik tanpa hambatan-hambatan atau penundaan-penundaan.
  2. Waktu realistik (m) merupakan waktu kegiatan yang akan terjadi bila kegiatan dilaksanakan dalam kondisi normal dengam penundaan-penundaan tertentu yang dapat diterima.
  3. Waktu pesimistik (b) merupakan waktu kegiatan bila terjadi hambatan atau penundaan lebih dari semestinya.

PERT menimbang ketiga estimasi itu untuk mendapatkan waktu kegiatan yang diharapkan dengan rumus:

ET =

Keterangan:

ET : waktu kegiatan yang diharapkan                 b   : waktu pesimistik

a     : waktu optimistik

2.1.5      Jalur Kritis

Waktu penyelesaian suatu proyek ditentukan oleh rangkaian kegiatan yang memiliki waktu terpanjang dalam jaringan kerja. Rangkaian kegiatan ini menjadi pusat perhatian di dalam proses pengendalian dan dinamakan jalur kritis atau critical path. Dinamakan demikian karena penundaan atau keterlambatan yang terjadi pada salah satu kegiatan yang berada pada jalur kritis akan menyebabkan penundaan atau keterlambatan waktu penyelesaian proyek secara keseluruhan, jadi jalur kritis adalah rangkaian kegiatan di dalam jaringan kerja yang memiliki waktu terpanjang dan menunjukan waktu penyelesaian proyek (Siswanto, 1990).

2.1.6      Analisis Network

Merupakan suatu metode analitik yang dirancang untuk membantu dalam penjadwalan dan pengawasan kompleks yang saling behubungan dan salung tergantung satu sama lain. Analisis network dilakkan agar perencanaan dan pengawasan semua kegiatan itu dapat dilakukan secara sistematis, sehingga dapat diperoleh efisiensi kerja, Analisis network sangat membantu dalam (Prasetya, 2009).

  1. Prencanaan suatu proyek yang kompleks.
  2. Scheduling pekerjaan-pekerjaan sedemikian rupa dalam urutan yang praktis dan efisien.
  3. Mengadakan pembagian dari tenaga kerja dan dana yang tersedia.
  4. Menentukan trade-off (kemungkinan pertukaran) antara waktu dan biaya.
  5. Menentukan probabilitas penyelesaian suatu proyek tertentu.

Manfaaat analisis network digunakan untuk merencanakan suatu proyek (Prasetya, 2009):

  1. Pembanguna rumah, jalan atau jembatan.
  2. Kegiatan penelitian.
  3. Perbaikan, pembongkaran dan pemasangan mesin pabrik.
  4. Pembuatan kapal, pesawat.
  5. Kegiatan periklanan.